I. Pendahuluan
Episiotomi merupakan tindakan operasi dikaitkan dengan
persalinan normal untuk memperpendek kala dua dan masih tetap merupakan
tindakan kontroversi karena tidak semua persalinan memerlukan tindakan. 1
Sejarah episiotomi cukup panjang di mulai oleh Fielding
Ould (1742), yang mengemukakan agar dilakukan episiotomi pada persalinan yang
sukar sehingga kala duanya dapat diperpendek. Untuk pertama kali, tahun 1857
”Episiotomi” oleh Carld Braun sebagai suatu tindakan insisi pada perineum. Anna
Boumall(1878) membawa teknik operasi episiotomi ke Amerika Serikat dari
Austria. Pomeroy (1918) menganjurkan episiotomi pada gravid untuk mengurangi
lamanya persalinan. De Lee (1920) melakukan profilaksis episiotomi untuk
memperpendek kala dua pada forceps ekstraksi. De Lee mengemukakan alasan
melakukan episiotomi yaitu : 1
1. Memperpendek
persalinan kala dua
2. Mempertahankan
integritas dasar panggul
3. Mengurangi
trauma kepala janin
4. Menghindari
trauma septum rektovaginal
Adapun salah satu penyebab kematian post partum adalah perdarahan post partum. Perdarahan post partum ini sendiri dapat di sebabkan oleh robekan jalan lahir, maupun adanya gangguan tonus rahim. Robekan jalan lahir ini dapat dikenali jika ada terdapat perdarahan lebih dari 500cc setelah melahirkan, dan ditemukan kontraksi uterus baik. 2,3
Menurut penelitian di Amerika tentang faktor penyebab
kematian pasca persalinan, berupa perdarahan post partum, dalam hal ini akibat robekan jalan lahir, maka robekan
perineum, menduduki peringkat pertama diikuti dengan robekan vagina, dan yang
paling terakhir adalah robekan serviks.
II. Anatomi
Alat genitalia terbagi atas dua bagian besar, yaitu :
alat genitalia eksterna dan alat genitalia interna. 2
a.
Alat genitalia eksterna :
Alat genitalia eksterna terbagi atas:
2,3
a. Mons
veneris : bagian yang menonjol di atas mons pubis. Pada wanita dewasa terdapat
rambut kemaluan.
b. Labia
mayora : terdiri atas bagian kanan dan kiri, lonjong dan mengecil ke bawah,
terisi oleh jaringan lemak.
c. Labia
minora : lapisan tipis dari kulit sebelah dalam labia mayora.ke depan kedua
bibir kecil bertemu di depan dan membentuk di atas klitoris, preputium
klitoris, dan di bawah klitoris, frenulum klitoridis. Ke belakang, kedua bibir
kecil juga bersatu membentuk fossa navikulare.
d. Klitoris
: kira – kira sebesar kacang ijo, tertutup oleh preputium klitoridis, dan terdiri
atas glans klitoridis, korpus klitoridis, dan dua krura yang menggantungkan
klitoris ke os pubis. Glans klitoridis terdiri atas jaringan yang dapat
mengembang, penuh dengan urat saraf sehingga amat sensitif.
e. Vulva
: berbentuk lonjong, dengan ukuran panjang dari anterior ke posterior, dan anterior di batasi oleh klitoris, lateral kanan
dan kiri dibatasi oleh ke dua labium minora, dan posterior oleh perineum;
embriologik sesuai dengan sinur urogenitalis. Sekitar 1-1,5 cm di bawah
klitoris di temukan orifisium uretra eksternum. Tidak jauh dari OUE, di kiri
dan di kanan bawahnya, dapat dilihat dua ostia skene. Saluran skene itu analog
dengan kelenjar prostat pada laki – laki. Di kiri dan kanan bawah, dekat fossa
navikulare, terdapat kelenjar bartolin. Kelenjar ini terletak di bawah otot
konstriktor kunni dan memiliki saluran yang bermuara di vulva, tidak jauh dari
fossa navikulare. Pada koitus kelenjar bartholin mengeluarkan getahnya.
Dikutip dari William obstetrics – 22nd
edisi 2005
f. Bulbus
vestibuli kanan dan kiri : terletak dibawah selaput lendir vulva, dekat ramus
ossis pubis. Besarnya 3-4 cm panjang, 1-2 cm lebar, dan 0,51-1 cm tebal;
mengandung banyak pembuluh darah, sebagian tertutup oleh muskulus
iskiocavernosus dan muskulus konstriktor vagina. Embriologik sesuai dengan
korpus cavernosum penis. Pada waktu persalinan, biasanya kedua bulbus tertarik
keatas, ke bawah arkus pubis, akan tetapi bagian bawahnya yang melingkari
vagina sering mengalami cedera, dan sekali – sekali timbul hematom vulva atau
perdarahan.
g. Introitus
vagina : mempunyai bentuk dan ukuran yang berbeda – beda, introitus vagina
ditutupi oleh hymen. Hymen ini juga memiliki bentuk, dan konsistensi yang
berbeda. Umumnya hymen robek karena koitus, dan biasanya robek pada arah jam 5
atau 7, dan sampai dasar dari selaput dara itu. Sesudah persalinan hymen robek
pada beberapa tempat,dan yang tersisa adalah sisa – sisa hymen (karunkula
himenalis) saja.
h. Perineum
: yang terletak antara vulva dan anus, panjangnya rata – rata 4 cm.
b. Alat genitalia
interna :
a. Vagina
: liang kemaluan yang dapat ditemukan setelah melewati introitus vaginalis.
Vagina adalah saluran senggama yang menghubungkan antara introitus vaginalis
dengan uterus. Arahnya sejajar dengan arah dari pinggir atas simfisis ke
promontorium. Dinding depan vagina panjangnya 6,5 cm dan dinding belakang
vagina panjangnya 9 cm. Bentuk vagina sebelah dalam berlipat – lipat di sebut
rugae; di sebelah tengah ada ada bagian yang lebih keras disebut columna rugarum.
Rugae – rugae ini memungkinkan vagina untuk melebar pada saat persalinan. Hal
ini sesuai dengan fungsinya sebagai bagian terlunak pada jalan lahir. Di vagina
tidak terdapat kelenjar – kelenjar bersekresi. Epitel vagina terdiri dari
epitel gepeng tak bertanduk, di bagian bawahnya terdapat jaringan ikat yang
banyak mengandung pembuluh darah. Pada kehamilan terdapat hipervaskularisasi
lapisan jaringan tersebut, sehingga dinding vagina terlihat kebiru – biruan,
atau yang biasa disebut livide. Di bawah jaringan ikat terdapat otot – otot
dengan susunan yang sesuai dengan susunan otot – otot usus. Bagian dalamnya
terdiri atas muskulus sirkularis dan bagian luarnya terdiri atas muskulus
longitudinalis. Di sebelah luar otot – otot ini terdapat fasia (jaringan ikat)
yang akan berkurang elastisitasnya pada wanita usia lanjut. Dinding kanan dan
kiri vagina berhubungan dengan muskulus levator ani. Di sebelah atas vagina
membentuk fornises lateralis sinistra et dextra; 1,5 cm diatas forniks
lateralis, dalam perineum terletak ureter, dan pada tempat itu, ureter
melintasi arteria uterine.hal ini penting pada saat proses penjahitan robekan
serviks yang lebar, dan dekat pada arteria uterine serta ureter berada. 2
Vagina mendapat darah
dari: 2
1. Arteria
uterina, yang melalui cabangnya member darah ke vagina bagian 1/3 tengah atas
vagina.
2. Arteria
vesikalis inferior, yang melalui cabangnya memperdarahi 1/3 bagian tengah
vagina.
3. Arteria
hemoroidalis mediana dan arteria pudendus interna, yang memberi darah ke 1/3
bagian bawah vagina.
Darah kembali melalui pleksus vena yang
ada, antara lain pleksus pempiniformis, ke vena hipogastrika dan vena iliaka ke
atas. Kelenjar getah bening ( limfe ) yang berasal dari 2/3 bagian atas vagina
akan melalui kelenjar getah bening di daerah vasa iliaka, sedangkan getah
bening yang berasal dari 1/3 bagian bawah akan melalui kelenjar getah bening di
regio inguinalis. 2
b. Uterus
c. Tuba
falopii
d. Ovarium
Anatomi
jalan lahir :
Jalan
lahir dibagi atas : bagian tulang – tulang panggul dan artikulationya dan
bagian lunak, yang terdiri atas otot – otot, jaringan, dan ligament. 4
Anatomi
jalan lahir yang akan saya bahas kali ini adalah anatomi jalan lahir bagian
lunak. Dimana hal ini berhubungan dengan perdarahan post partum terutama ruptur
perineum totalis. 4
a.
Bagian
lunak jalan lahir :
Pada
kala pengeluaran (kala II) ikut membentuk jalan lahir segmen bawah uterus,
serviks uterus, dan vagina. Pada akhir kehamilan + 38 minggu, serviks
lebih pendek daripada waktu kehamilan usia 16 minggu. Umumnya serviks disebut
matang bila teraba sebagai bibir. Dan ini terjadi pada kehamilan 34 minggu.
Pada primigravida, hal ini ditemukan pada kehamilan hampir aterm. 3
Otot
– otot yang menahan dasar panggul di luar adalah muskulus sfingter ani
eksternus, muskulus bulbokavernosus yang melingkari vagina, dan muskulus
perinei transversus superficialis. Di bagian tengah, ditemukan otot – otot yang
melingkari uretra (muskulus sfingter uretrae), otot – otot yang melingkari
vagina bagian tengah dan anus, antara lain, muskulus iliokoksogeus, muskulus
iskokoksigeus, muskulus perinei transversus profundus, dan muskulus koksigeus.
Lebih kedalam lagi ditemukan otot – otot yang paling kuat, disebut diagfrahma
pelvis, trutama muskulus levator ani yang berfungsi menahan dasar panggul. Ia
menutup hampir seluruh bagian belakang pintu bawah panggul. Letak muskulus ini
sedemikian rupa, sehingga bagian depan berbentuk segitiga, disebut trigonum
urogenitalis, di dalam trigonum ini terdapat uretra, vagina, dan rectum. 5
Dalam diagfrahma pelvis, berjalan nervus
pudendus yang masuk ke dalam rongga panggul melalui kanalis alcock, terletak
antara spina iskiadika dan tuber iskii. Pada persalinan sering dilakukan
pudendus block anesthesia, sehingga rasa sakit dapat dihilangkan pada ekstraksi cunam, ekstraksi
vakum, penjahitan ruptura perinea. 2
b. Perineum :
Perineum
terletak di antara introitus vaginalis dengan rectum. Dia dibentuk oleh
muskulus bulbocavernosus dan muskulus perinea transversum. Dan beberapa otot
penyokong diantaranya adalah muskulus puborektalis dan spinkter ani eksterna.
5
Muskulus penyokong dan pembentuk
perineal body. Dikutip dari kepustakaan 5
Sphincter ani eksterna dan sphincter ani interna, atau yang biasa
disebut dengan kompleks sphincter anal, merupakan jaringan otot halus yang
merupakan kelanjutan dari otot halus pada kolon. Dengan ketebalan mencapai 3-4
cm. 5
Spinter
ani interna berfungsi untuk mengontrol serta mengatur, frekuensi dan kekuatan
tonus untuk mengeluarkan feces. Atau dengan kata lain sangat berperan dalam
proses defekasi. Jika terjadi laserasi atau robekan pada spinter ani interna
maka dapat mengakibatkan terjadinya inkontinensia alvi. 6
III. Jenis Episiotomi
Insisi episiotomi umumnya menggunakan gunting khusus,
tetapi dapat juga insisi dilakukan dengan pisau. Berdasarkan lokasi insisi maka
dikenal 4 jenis, yaitu :
1.
Episiotomi
medialis.
Insisi dimulai pada garis tengah kommisura posterior lurus
ke bawah tetapi tidak sampai mengenai serabut sfingter ani.
Keuntungan dari episiotomi medialis ini adalah :
a.
Perdarahan
yang timbul dari luka episiotomi lebih sedikit oleh karena merupakan daerah
yang relatif sedikit mengandung pembuluh darah.
b.
Insisi
sifatnya simetris dan anatomis sehingga penjahitan kembali lebih mudah dan
penyembuhan lebih memuaskan.
Kerugian adalah dapat terjadi rupture perinea tinggkat
III inkomplet (laserasi m.sfingter ani) atau komplet (laserasi dinding rectum).
2.
Episiotomi
mediolateralis
Insisi disini dimulai dari bagian belakang introitus
vagina menuju ke arah belakang dan samping. Arah insisi dapat dilakukan ke arah
kanan ataupun kiri, tergantung pada kebiasaan orang yang melakukannya. Panjang
insisi kira-kira 4 cm.
Insisi disini sengaja dilakukan menjauhi otot sfingter
ani untuk mencegah rupture perinei tingkat III. Perdarahan luka lebih banyak
oleh karena melibatkan daerah yang banyak pembuluh darahnya. Otot-otot perineum
terpotong sehingga penjahitan luka lebih sukar. Penjahitan dilakukan sedemikian
rupa sehingga setelah penjahitan selesai hasilnya harus simetris.
Episiotomi Medio-lateral
3.
Episiotomi
lateralis
Insisi disini dilakukan kearah lateral mulai dari
kira-kira jam 3 atau 9 menurut jarum jam. Jenis episiotomi ini sekarang tidak
dilakukan lagi, oleh karena banyak menimbulkan komplikasi. Luka insisi dapat
melebar ke arah dimana terdapat pembuluh darah pudendal interna, sehingga dapat
menimbulkan perdarahan yang banyak. Selain itu parut yang terjadi dapat menimbulkan
rasa nyeri yang mengganggu penderita.
4.
Insisi
Schuchardt
Jenis ini merupakan variasi dari episiotomi
mediolateralis, tetapi insisinya melengkung ke arah bawah lateral, melingkari
rectum, serta insisinya lebih lebar.
Jenis
episiotomi
IV. Indikasi
Indikasi episiotomi dapat berasal dari faktor ibu maupun
faktor janin.
1.
Indikasi
ibu antara lain adalah :
a.
Primigravida
umumnya
b.
Perineum
kaku dan riwayat robekan perineum pada persalinan yang lalu
c.
Apabila
terjadi peregangan perineum yang berlebihan misalnya pada persalinan sungsang,
persalinan dengan cunam, ekstraksi vakum dan anak besar
d.
Arkus
pubis yang sempit.
2.
Indikasi
janin antara lain adalah :
a.
Sewaktu
melahirkan janin prematur. Tujuannya untuk mencegah terjadinya trauma yang
berlebihan pada kepala janin.
b.
Sewaktu
melahirkan janin letak sungsang, letak defleksi, janin besar.
c.
Pada
keadaan dimana ada indikasi untuk
mempersingkat kala dua seperti gawat janin, tali pusat menumbung.1,8
V. Tindakan
Saat yang tepat untuk melakukan episiotomi adalah saat
perineum sudah tipis, saat his dan mengejan, serta lingkaran kepala sekitar 5-6
cm. Tujuan dilakukan episiotomi adalah menghindari terjadi ruptur spontan,
membuat luka menjadi teratur sehingga menjahit lebih mudah, dan mempercepat
persalinan tanpa merusak keutuhan otot dasar panggul.1
Bila episiotomi dilakukan terlalu cepat, maka perdarahan
yang timbul dari luka episiotomi bisa terlalu banyak, sedangkan bila episiotomi
dilakukan terlalu lambat maka otot-otot dasar panggul sudah sangat teregang
sehingga salah satu tujuan episiotomi itu sendiri tidak akan tercapai. 8
a. Resiko
episiotomi :
1. Kehilangan
darah yang lebih banyak
2. Pembentukan
hematoma
3. Kemungkinan
infeksi lebih besar
4. Introkoitus
lebih lebar
5. Luka
lebih terbuka lagi
b. Lapisan
yang terinsisi pada tindakan episiotomi adalah :
1. Dinding
posterior lapisan mukasa vagina
2. Lapisan
kulit perineum serta jaringan subkutisnya
3. Muskulus
bulbokavernosus
4. Muskulus
transverses perinea superfisialis
5. Muskulus
transverses perinea profundus
6. Muskulus
bulbococcygeus
VI. Robekan Perineum
Robekan
perineum terjadi pada hampir semua persalinan pertama dan tidak jarang juga
pada persalinan berikutnya. Robekan ini dapat dihindarkan atau dikurangi dengan
cara menjaga supaya jangan sampai dasar panggul dilalui oleh kepala janin
dengan cepat. Ataupun sebaliknya terlalu lama. 7
Robekan perineum, umumnya terjadi di
garis tengah dan bisa menjadi luas apabila kepala janin lahir terlalu cepat.
Adapun
robekan perineum terdiri dari 4 stadium atau tingkatan luka. Yaitu: 3
a.
Stadium I : Robekan masih sebatas kulit dan mukosa
vagina, tapi belum mengenai fascia dan otot.
b.
Stadium II : Robekan sebatas kulit, mukosa, fascia, dan otot, tapi belum mencapai
sfingter ani.
c.
Stadium IIIa : Robekan telah mencapai kulit, mukosa, dan
otot serta melukai sebagian sfingter ani eksterna.
d.
Stadium IIIb : Robekan telah mencapai kulit, mukosa, otot,
dan seluruh sfingter ani eksterna.
e.
Stadium IIIc : Robekan telah mencapai kulit, mukosa, otot,
dan seluruh sfingter eksterna dan sfingter interna.
f.
Stadium IV : Ruptur perineum totalis, yang mengenai
kulit, mukosa, otot, sfingter eksterna dan sfingter interna, serta mencakup
mukosa atau lumen rektum.
VII.
Penjahitan (Repair) Luka
Episiotomi.
Teknik penjahitan luka episiotomi sangat
menentukan hasil penyembuhan luka episiotomi, bahkan lebih penting dari jenis
episiotomi itu sendiri. Penjahitan biasanya dilakukan setelah plasenta lahir,
kecuali bila timbul perdarahan yang banyak dari luka episiotomi maka dilakukan
dahulu hemostasis dengan mengklem atau mengikat pembuluh darah yang terbuka. 8
Beberapa
prinsip dalam penjahitan luka episiotomi yang harus diperhatikan adalah sebagai
berikut:
1.
Penyingkapan luka episiotomi yang adekuat dengan penerangan yang
baik, sehingga restorasi anatomi luka dapat dilakukan dengan baik.
2.
Hemostasis yang baik dan mencegah dead space.
3.
Penggunaan benang jahitan yang mudah diabsorbsi.
4. Pencegahan
penembusan kulit oleh jahitan dan mencegah tegangan yang berlebihan.
5. Jumlah
jahitan dan simpul jahitan diusahakan seminimal mungkin.
6. Hati-hati agar jahitan tidak menembus rektum.
7. Untuk
mencegah kerusakan jaringan, sebaiknya dipakai jarum atraumatik. 8
Perbaikan
episiotomi mediana
a. Menjahit luka episiotomi tingkat I
Bentuk
luka cukup teratur sehingga bayangan anatomis dapat diperhitungkan, seperti :
1. Jahitlah
ujung luka dimulai dari 1 cm dari puncak
luka bagian bawah terlebih dahulu, menyatukan dengan ujung luka di dinding
vagina.
2. Dengan
menyatukan kedua ujung luka dinding vagina dengan luka sekitar anus, akan
dijumpai dua luka baru.
3. Kedua
luka baru ini dapat dijahit dengan jahitan berkelanjutan atau jahitan simpul.
b. Menjahit luka episiotomi tingkat II
Karena perlukaan cukup dalam, tetapi belum mengenai
sfingter ani, pada prinsipnya :
1. Jaringan
submukosa vagina di jahit terlebih dahulu untuk mengurangi ruangan kosong,
sebagai tempat terjadinya perdarahan atau timbunan debris lainnya.
2. Teknik
menjahit sama dengan teknik jahitan episiotomi tingkat pertama.
3. Untuk
mengembalikan bentuk anatomisnya, dipergunakan jahitan “hymen” sebagai titik
orientasi.
4. Dari
jahitan hymen dapat diteruskan ke dalam dan keluar menuju kulit perineum.
5. Dengan
demikian, bentuk anatomis dapat dikembalikkan pada keadaan semula.
Used with permission
from Ciné-Med, Inc., 127 Main St. N, Woodbury, CT 06798-2915. Copyright©
Ciné-Med, Inc.
c. Menjahit luka episiotomi totalis
Prinsipnya adalah :
1. Menjahit
luka mukosa rectum harus sedemikian rupa sehingga tepi mukosanya menghadap ke
lumen rectum
2. Arah
mukosa ke lumen rectum, dengan tujuan menghindari terjadinya fistula
rektovaginal dan infeksi terhadap luka jahitan serta untuk dapat melakukan
jahitan demikian, salah satu jari dapat ditempatkan pada rectum sehingga mukosanya
dapat dilihat dengan baik.
3. Setelah
mukosa rectum dapat dijahit dengan semestinya, submukosa dijahit untuk
menutupinya sebagai lapisan kedua dan menambah kuatnya septum rektovaginalis.
4. Sarung
tangan yang dipergunakan harus diganti untuk melindungi jari dalam rectum dan
dalam menjahit selanjutnya, untuk menghindari kontaminasi bakteri.
5. Sfingter
ani dipegang dengan kedua klem Ellis dan dijahit dengan benang halus, kuat, dan
direabsorbsi lambat dengan dua sampai empat jahitan simpul.
6. Submukosa
vagina dijahit sehingga menambah kuat perlindungan dari kemungkinan terlepasnya
luka jahitan.
7. “Hymen”
sebagai titik sentral dipegang dengan benang, tetapi belum diikat simpul untuk
memudahkan orientasi.
8. Jahitan
mulai dari dalam submukosa vagina, dapat secara berkelanjutan atau dengan
jahitan simpul.
9. Setelah
bagian dalam vagina dapat ditata sesuai dengan keadaan anatomisnya, barulah
“benang pada hymen” dikeratkan.
10. Selanjutnya,
jahitan pada dinding perineum dengan mudah dapat diteruskan sesuai dengan
situasi anatomis semula.1,3
Teknik
menjahit total perinea ruptura. Mulai dari sfingter ani eksternum.
End-to-end
technique for repairing external anal sphincter.
Overlapping
technique for repairing external anal sphincter.
VII.
Keuntungan
dan Kerugian dari setiap jenis Episiotomi. 3
1. Episiotomi
median :
a. Mudah
diperbaiki (dijahit), tidak akan mempengaruhi keseimbangan otot dikanan kiri
dasar pelvis
b. Kesalahan
penyembuhan jarang, insisi akan lebih mudah sembuh, karena bekas insisi
tersebut mudah dirapatkan
c. Tidak
begitu sakit masa nifas
d. Dispareuni
jarang terjadi
e. Hasil
akhir anatomic selalu bagus
f. Hilangnya
darah lebih sedikit
Didaerah
insisi ini hanya terdapat sedikit pembuluh darah
g. Perluasan
shingter ani dan dalam rectum agak sering.
2. Episiotomi Mediolateral
:
a. Lebih
sulit memperbaikinya(menjahitnya), insisi lateral akan menyebabkan distorsi
(penyimpangan) keseimbangan dasar pelvis.
b. Kesalahan
penyembuhan lebih sering, otot-ototnya agak lebih sulit untuk disatukan secara
benar (aposisinya sulit).
c. Rasa
nyeri pada sepertiga kasus selama beberapa hari
d.
Kadang-kadang diikuti dispareuni
e. Hasil
akhir anatomik tidak selalu bagus (pada 10% kasus), Terbentuk jaringan parut
yang kurang baik
f. Kehilangan
darah lebih banyak
g. Daerah
insisi kaya akan fleksus venous
h. Perluasan
ke shingter lebih jarang
Table
1. episiotomi mediana atau mediolateral keuntungan dan kerugian
EPISIOTOMI
|
||
MEDIANA
|
MEDIOLATERAL
|
|
Menjahit
|
Mudah
|
Agak
sulit
|
Jahita gagal
|
Jarang
|
Sering
|
Sakit
|
Jarang
|
Sering dispareuni
|
Anatomis
|
Baik
|
Sulit
dilakukan masih ada bekasnya
|
Perdarahan
|
Minimal
|
Banyak
|
Dispareuni
|
Jarang
|
Sering
|
Meluas
|
Sering
|
jarang
|
VIII.
Komplikasi
3
Komplikasi
episiotomi adalah :
1. Nyeri
post partum dan dyspareunia
2. Rasa
nyeri setelah melahirkan lebih sering dirasakan pada pasien bekas episiotomi,
garis jahitan (sutura) episiotomi lebih menyebabkan rasa sakit. Jaringan parut
yang terjadi pada bekas luka episiotomi dapat menyebabkan dyspareunia apabila
jahitannya terlalu erat
3. Nyeri
pada saat menstruasi pada bekas episiotomi dan terabanya massa
4. Trauma
perineum posterior berat
5. Trauma
perineum anterior
6. Cedera
dasar panggul dan inkontinensia urin dan feses
7. Infeksi
bekas episiotomi
Infeksi lokal sekitar kulit dan fasia superficial akan mudah timbul
pada bekas insisi episiotomi
8. Gangguan
dalam hubungan seksual
Jika jahitan yang tidak cukup erat, menyebabkan akan menjadi kendur
dan mengurangi rasa nikmat untuk kedua pasangan saat melakukan hubungan
seksual.
Daftar
Pustaka
1. Manuaba
IBG. Episiotomi
dan Perbaikan Ruptura Prineal Totalis, Dasar-dasar Operasi Ginekologi,
Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2006. p. 156-163
2. Prawirohardjo S. Perlukaan
dan peristiwa Lain Dalam Persalinan; dalam; Ilmu Kebidanan ed.3,
Jakarta; YBP-SP; 2005. P664-67.
3. Cunningham
FG, Leveno KJ, Bloom SL, Hauth JC, Gilstrap LC, Wenstrom KD, Labor Delivery, in : Textbook
Of Williams Obstetric 22th ed, United State of America;
McGraw-Hill; 2005.p.443-72.
4. The
Royal Women’s Hospital. Perineal Repair,
Safe Procedure, 28 Ags, 2009.
[online] 6 September 2009 at www.womenshospitalaustralian.com
5. American Journals. Repair Of Obstetric Perineal Lacerations, 15 Oct 2003. [online] 6
September 2009 at www.americanfamilyphysicianjournal.co.id
6. The
Royal Women’s Hospital. Perineal
Treatment And Assesment, 28 Ags, 2009. [online] 6 September 2009 at www.womenshospitalaustralian.com
7. Tuggy ML, Garcia J. Third and fourth degree repair of perineum, 16 Feb, 2007. [online]
6 September 2009. Available At www.elsevier.com
8. Rusda
M. Anestesi
Infiltrasi pada Episiotomi, 2004 [online] 3 September 2009, Available
At www.google.com
masih mungkinkah istri saya melahirkn secara normal pada persalinan berikutnya jika sebelumnya istri saya mengalami rutur tingkat IV??? seberapa besar resiko persalinana normal dengan riwayat Ruptur tingkat IV??
BalasHapus