PENDAHULUAN
Luka bakar adalah suatu bentuk kerusakan atau kehilangan
jaringan yang disebabkan kontak dengan sumber panas seperti api, air panas,
bahan kimia, listrik dan radiasi(1,2,3). Luka bakar merupakan suatu
jenis trauma dengan morbiditas dan mortalitas yang tinggi yang memerlukan
penatalaksanaan yang khusus sejak awal (fase syok) sampai fase lanjut (1).
Luka bakar pada
dasarnya merupakan fenomena pemindahan panas. Meskipun sumber panasnya dapat
bervariasi, akibat akhir yang timbul selalu berupa kerusakan jaringan, paling
nyata pada kulit, tetapi pada cedera multisistemik yang nyata dapat menyebabkan
gangguan yang serius pada paru-paru, ginjal dan hati. Efek-efek sistemik dan
mortalitas akibat cedera luka bakar berhubungan langsung dengan luas dan
dalamnya kulit yng terkena. Hampir semua kasus luka bakar disebabkan oleh api
atau tersiram air panas. Dengan menentukan sumber panas (misalnya, agen yang
menyebabkan luka bakar) akan membantu kita dalam memperkirakan luas dan
dalamnya cedera. Perkiraan ini sangat penting dalam merencanakan terapi cairan
intravena yang tepat (4).
- Kebakaran dalam rumah tangga,
misalnya kompor meledak, dan lain-lain.
- Kebakaran dalam industri, misalnya
pada pengelasan dimana tangki las meledak.
- Pada anak-anak dan bayi-bayi
akibat tersiram air panas (sclaldig).
Di Indonesia dapat ditemukan luka bakar pada bayi karena botol; yang
berisi air panas yang diletakkan di selimut bayi tersebut.
Dengan memperhatikan prinsip-prinsip dasar resusitasi
pada trauma dan penerapannya pada saat yang tepat, diharapkan akan dapat
menurunkan sekecil mungkin angka-angka tersebut di atas. Prinsip-prinsip dasar
tersebut meliputi kewaspadaan akan terjadinya gangguan jalan nafas pada
penderita yang mengalami trauma inhalasi, mempertahankan hemodinamik dalam
batas normal dengan resusitasi cairan, mengetahui dan mengobati
penyulit-penyulit yang mungkin terjadi akibat luka bakar tersebut (6).
Penyulit yang timbul pada luka bakar antara lain gagal
ginjal akut, edema paru, SIRS (systemic
inflammatory response syndrome), infeksi dan sepsis, serta parut
hipertrofik dan kontraktur (1,3,7).
EPIDEMIOLOGI
Sekitar 2 juta
orang menderita luka bakar di Amerika Serikat, tiap tahun , dengan 100.000 yang
di rawat di rumah sakit dan 20.000 yang perlu di rawat dalam pusat-pusat
perawatan luka bakar (8).
Insiden puncak luka bakar pada orang dewasa muda
terdapat pada umur 20-29 tahun, diikuti oleh anak umur 9 atau lebih muda. Luka
bakar jarang terjadi pada umur 80 tahun keatas (8).
Sekitar 80% luka
bakar terjadi di rumah. Pada anak di bawah umur 3 tahun, penyebab luka bakar
paling umum adalah kecelakaan jatuh pada kepala. Pada umur 3-14 tahun, penyebab
paling tersering adalah nyala api yang membakar baju (8).
PATOFISIOLOGI
Permasalahan luka bakar demikian kompleks. Untuk dapat
menjelaskannya, maka permasalahan yang ada dipilah menurut fase perjalanan
penyakitnya. Terdapat 3 fase dalam luka bakar yaitu (1) :
- Fase awal, fase akut, fase syok.
Pada fase ini permasalahan utama berkisar pada gangguan
yang terjadi pada saluran nafas (misalnya, cedera inhalasi), gangguan mekanisme
bernafas oleh karena adanya eskar melingkar di dada atau trauma multipel di
rongga toraks; dan gangguan sirkulasi (keseimbangan cairan-elektrolit, syok
hipovolemia) (1,3).
- Fase setelah syok berakhir, fase subakut.
Masalah utama pada fase ini adalah Systemic Inflammatory Response Syndrome (SIRS), dan Multi-system
Organ Dysfunction Syndrome (MODS) dan sepsis (1,3). Ketiganya merupakan
dampak dan atau perkembangan masalah dari fase pertama (cedera inhalasi, syok)
dan masalah yang bermula dari kerusakan jaringan (luka dan sepsis luka).
- Fase lanjut.
Fase ini berlangsung sejak penutupan luka sampai
terjadinya maturasi ringan. Masalah yang di hadapi adalah penyulit dari luka
bakar; berupa parut hipertrofik, kontraktur, dan deformitas lain yang terjadi
karena kerapuhan jaringan atau struktur tertentu akibat proses inflamasi yang
hebat dan berlangsung lama (1,3).
Luka bakar pada tubuh terjadi baik karena konduksi panas
langsung atau radiasi elektromagnetik. Derajat luka bakar berhubungan dengan
beberapa faktor, termasuk konduksi jaringan yang terkena, waktu kontak dengan
sumber tenaga panas dan pigmentasi permukaan. Saraf dan pembuluh darah
merupakan struktur yang kurang tahan terhadap konduksi panas, sedang tulang,
paling tahan. Jaringan lain memiliki konduksi sedang (8).
Sel-sel dapat menahan
temperatur sampai 44 0C tanpa kerusakan bermakna. Antara 44 0C
dan 51 0C, kecepatan kerusakan jaringan berlipat ganda untuk tiap
derajat kenaikan temperature dan waktu penyinaran yang terbatas yang dapat di
toleransi. Diatas 51 0C, protein terdenaturasi dan kecepatan
kerusakan jaringan yang sangat hebat. Temperatur di atas 70 0C
menyebabkan kerusakan selulear yang sangat cepat dan hanya periode penyinaran
yang singkat dan dapat di tahan (8).
Luka bakar
terbentuk di beberapa daerah, dimulai dengan daerah koagulasi jaringan pada
titik kerusakan maksimal. Di sertai daerah koagulasi terdapat daerah statis
yang di tandai dengan aliran darah yang cepat dan terdiri dari sel-sel yang
masih dapat di selamatkan. Disekeliling daerah statis terdapat daerah hiperemia.
Tempat sel kurang rusak dapat sembuh sempurna (8).
Cedera Inhalasi
Cedera inhalasi adalah
terminologi yang digunakan untuk menjelaskan perubahan mukosa nafas akibat
adanya paparan terhadap suatu iritan dan menimbulkan manifestasi klinik dengan
gejala distress pernafasan. Reaksi yang timbul akibat paparan terhadap suatu
iritan berupa suatu bentuk inflamasi akut dengan edema (1,4)dengan
hipersekresi mukosa saluran nafas. Iritan tersebut biasanya berupa produk
toksik dari sisa pembakaran yang tidak sempurna (toxic fumes) atau zat kimia lainnya (1).
Inflamasi akut pada
epitel mukosa menyebabkan disrupsi dan maserasi epitel yang nekrosis.
Epitel-epitel ini bercampur dengan sekret yang kental oleh karena banyak
mengandung fibrin-fibrin menyebabkan obstruksi lumen (mucous plug); menimbulkan distress pernafasan dan kematian dalam
waktu cepat (1).
Gangguan mekanisme
bernafas
Adanya eskar
melingkar di permukaan rongga toraks menyebabkan gangguan ekspansi rongga
toraks pada proses respirasi (terutama inspirasi); hal ini menimbulkan suatu
bentuk gangguan compliance paru.
Dengan keterbatasan proses ekspansi dinding dada ini, volume inspirasi
berkurang sehingga menyebabkan gangguan secara tidak langsung pada proses oxygen exchange (penurunan PaO2)(1).
Proses yang sama
akan terjadi dengan adanya cedera pada rangka rongga toraks, misalnya fraktur
tulang-tulang iga yang disebabkan oleh cedera multipel;
sering terjadi pada kasus luka bakar (1).
Gangguan sirkulasi
Cedera termis
menyebabkan proses inflamasi akut yang menimbulkan perubahan permeabilitas
kapiler (2,4,8) . Terjadi perubahan bentuk-bentuk sel endotel,
dimana sel-sel tersebut membulat (edematous)
dengan pembesaran jarak intraselular. Karena terjadi perubahan tekanan
hidrostatik dan onkotik di ruang intravaskular, terjadi ekstravasasi cairan intravaskular,
plasma (protein), elektrolit dan lekosit ke ruang interstitial. Di jaringan
interstitial terjadi penimbunan cairan, menyebabkan keseimbangan tekanan
hidrostatik dan onkotik di sana
terganggu. Penimbunan cairan interstitial menyebabkan gangguan perfusi dan
metabolisme selular (syok jaringan) (1).
Pada luka bakar
ekstensif dengan perubahan permeabilitas kapilar yang hamper menyeluruh,
penimbunan cairan masif di jaringan interstitial menyebabkan kondisi
hipovolemik (4). Volume cairan intravaskular mengalami deficit,
timbul ketidakmampuan menyelenggarakan proses transportasi oksigen ke jaringan.
Kondisi ini dikenal dengan terminologi syok (1).
KLASIFIKASI LUKA BAKAR
Luka bakar di
bedakan menjadi beberapa jenis berdasarkan penyebab dan kedalaman kerusakan
jaringan; yang perlu dicantumkan dalam diagnosis, yaitu (1) :
a.
Berdasarkan penyebab (1)
Luka bakar dibedakan atas beberapa jenis, antara lain :
-
Luka bakar karena api
-
Luka bakar karena air panas
-
Luka bakar karena bahan kimia
-
Luka bakar karena listrik dan
petir
-
Luka bakar karena radiasi
-
Cedera akibat suhu sangat
rendah (frost bite)
b.
Berdasarkan kedalaman kerusakan jaringan (1,3,4,6,8,9)
5,Luka bakar dibedakan atas beberapa jenis
1.
Luka bakar derajat I
-
Kerusakan terbatas pada bagian
superficial epidermis
-
Kulit kering, hiperemik, berupa
eritem.
-
Tidak di jumpai bulla
-
Nyeri karena ujung-ujung saraf
sensorik teriritasi
-
Penyembuhan terjadi secara
spontan dalam waktu 5-10 hari.
2.
Luka bakar derajat II
-
Kerusakan meliputi epidermis
dan sebagian dermis, berupa reaksi inflamasi disertai proses eksudasi.
-
Di jumpai bulla
-
Nyeri karena ujung-ujung saraf
sensorik teriritasi
-
Dasar luka berwarna merah
pucat, sering terletak lebih tinggi di atas kulit normal
-
Di bedakan atas 2 ( dua) :
a.
Derajat II dangkal
(superfisial)
-
Kerusakan mengenai bagian
superficial dari dermis
-
Organ-organ kulit seperti
folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar sebasea masih utuh.
-
Penyembuhan terjadi secara
spontan dalam waktu 10-14 hari.
b.
Derajat II dalam ( deep)
- Kerusakan
mengenai hamper seluruh bagian dermis
-
Organ-organ kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar
sebasea sebagian besar masih utuh.
-
Penyembuhan terjadi lebih lama, tergantung epitel yang tersisa. Biasanya
penyembuhan terjadi dalam waktu lebih dari satu bulan.
3.
Luka bakar derajat III
-
Kerusakan meliputi seluruh
tebal dermis dan lapisan yang lebih dalam
-
Organ-organ kulit seperti
folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar sebasea mengalami kerusakan.
-
Tidak dijumpai bulla
-
Kulit yang terbakar berwarna abu-abu dan pucat, karena
kering, letaknya lebih rendah dibandingkan kulit sekitar.
-
Terjadi koagulasi protein pada
epidermis dan dermis yang dikenal sebagai eskar.
-
Tidak dijumpai rasa nyeri dan
hilang sensasi, oleh karena ujung-ujung saraf sensorik mengalami kerusakan dan
kematian.
-
Penyembuhan terjadi lama karena
tidak ada proses epitelisasi spontan dari dasar luka.
LUAS LUKA BAKAR
Walaupun hanya perkiraan saja, the rule of nines, tetap merupakan petunjuk yang baik dalam
merupakan petunjuk yang baik dalam menilai luasnya luka bakar : kepala, 7
persen, dan leher, 2 persen, sehingga total 9 persen; setiap ekstremitas atas,
9 persen; badan bagian anterior, 2 x 9 atau 18 persen; badan bagian posterior,
13 persen, dan bokong, 5 persen, sehingga total 18 persen; setiap ekstremitas
bawah, 2 x 9 atau 18 persen; dan genitalia, 1 persen (1,2,3,4,5,7,9).
Pada anak-anak terdapat perbedaan dalam luas permukaan
tubuh relatif, yang umumnya mempunyai perimbangan lebih besar antara luas
permukaan kepala dengan luas ekstremitas
bawah dibandingkan dengan orang dewasa. Area kepala luasnya adalah 19 persen
pada waktu lahir ( 10 persen lebih besar daripada orang dewasa); hal ini
terjadi akibat pengurangan pada luas ekstremitas bawah, yang masing-masing
sebesar 13 persen. Dengan bertambahnya usia setiap tahun sampai usia 10 tahun,
area kepala dikurangi 1 persen dan dalam jumlah yang sama di tambah pada
ekstremitas bawah. Setelah usia 10 tahun, di gunakan persentase dewasa. Luas
luka bakar yang mungkin bersifat letal pada 50 persen dari mereka yang cedera
(LA50) adalah 60 persen pada populasi dewasa muda, 50 persen pada anak-anak,
dan 35 persen pada orang tua (lebih dari 40 tahun) (4).
`
KLASIFIKASI LUKA BAKAR (1,3)
- Berat/kritis bila :
- Derajat 2 dengan luas lebih dari
25 %
- Derajat 3 dengan luas lebih dari
10 %, atau terdapat di muka, kaki, dan tangan
- Luka bakar di sertai trauma jalan
nafas atau jaringan lunak luas, atau fraktur
- Luka bakar listrik
- Sedang bila :
- Derajat 2 dengan luas 15 -25 %
- Derajat 3 dengan luas kurang dari
10%, kecuali muka, tangan, dan kaki.
- Ringan bila :
- Derajat 2 dengan luas kurang dari
15 %
- Derajat 3 kurang dari 2 %
KRITERIA MASUK RUMAH SAKIT
(4)
- Setiap kecurigaan adanya cedera
saluran nafas (riwayat luka bakar karena api, terutama yang terjadi di
dalam ruangan (indoor), inhalasi
sap, batuk, perubahan suara, atau kesulitan bernafas.
- Timbulnya tanda-tanda serebral (
kebingungan, disorientasi, hilang kesadaran biasanya disebabkan oleh
hipoksia).
- Setiap luka bakar superficial
dimana luas permukaan tubuh yang terkena lebih dari 10 %.
- Setiap luka bakar yang dalam (deep
burn) dimana luas permukaan tubuh yang terkena lebih dari 3 %.
- Setiap luka bakar pada bagian tubuh yang
vital (luka bakar pada tempat yang dapat menimbulkan rasa nyeri yang
hebat, hilangnya kemampuan untuk merawat diri sendiri, atau kecacatan
berat yang mengancam seperti kasus-kasus dimana terjadi kerusakan pada
mata, telinga, wajah scara keseluruhan, tangan, kaki, atau genitalia).
- Usia yang ekstrim (sangat muda, dibawah
usia 2 tahun; setiap anak dengan luka bakar yang keadaan cederanya tidak
jelas dan dapat menunjukkan adanya tindak kekerasan pada anak (child abuse); dan orang tua, diatas
60 tahun).
- Cedera penyerta seperti fraktur, laserasi yang luas, atau trauma tumpul pada dada atau abdomen.
PENATALAKSANAAN (1,2,3,4,5,6,7,8,10)
Prinsip penanganan luka bakar adalah penutupan lesi
sesegera mungkin, pencegahan infeksi, mengurangi rasa sakit, pencegahan trauma
mekanik pada kulit yang vital dan elemen di dalamnya, dan pembatasan
pembentukan jaringan parut.
Pada saat kejadian,
hal pertama yang harus di lakukan adalah menjatuhkan korban dari sumber trauma.
Padamkan api dan siram kulit yang panas dengan air. Proses koagulasi protein
sel di jaringan yang terpajan suhu tinggi berlangsung terus, walau api telah di
padamkan, sehingga destruksi tetapi meluas. Proses tersebut dapat di hentikan
dengan mendinginkan daerah yang terbakar dan mempertahankan suhu dingin pada
jam pertama.
Tindakan selanjutnya adalah sebagai berikut :
- Lakukan resusitasi dengan
memberikan jalan nafas, pernafasan dan sirkulasi, yaitu:
§ Periksa jalan nafas
§ Bila dijumpai obstruksi jalan nafas, buka jalan nafas dengan
pembersihan jalan nafas ( suction,
dsb ), bila perlu lakuan trakeostomi atau intubasi.
§ Berikan oksigen
§ Pasang iv line untuk
rsusitasi cairan, berikan cairan RL untuk mengatasi syok.
§ Pasang kateter buli-buli untuk pemantauan diuresis
§ Pasang pipa lambung untuk mengosongkan lambung selama ada ileus
paralitik
§ Pasang pemantau tekanan vena sentral (CVP), untuk pemantauan
sirkulasi darah, pada luka bakar ekstensif (>40%)
- Periksa cedera yang terjadi di seluruh tubuh secara sistematis untu menentukan adanya cedera inhalasi, luas dan derajat luka bakar. Dengan demikian jumlah dan jenis cairan yang diperlukan untuk resusitasi dapat di tentukan. Dua cara yang lazim di gunakan untuk menghitung kebutuhan cairan pada penderita luka bakar, yaitu:
1.
Cara Evans. Untuk menghitung kebutuhan
cairan pada hari pertama hitunglah :
1.
Berat badan (kg) x % luka
bakar x 1 cc NaCl (1)
2.
Berat Badan (kg) x luka
bakar x 1 cc larutan koloid (2)
3.
2000 cc glukosa 5% (3)
Separuh dari jumlah (1),(2), dan (3) diberikan dalam 8
jam pertama dan sisanya diberikan dalam 16 jam berikutnya. Pada hari kedua
diberikan setengah jumlah cairan hari kedua. Sebagai monitoring pemberian
cairan dilakukan perhitungan diuresis.
2.
Cara Baxter. Merupakan cara lain yang
lebih sederhana dan banyak dipakai. Jumlah kebutuhan cairan pada hari pertama
dihitung dengan rumus = % luka bakar x BB (kg) x 4 cc. Separuh dari jumlah
cairan ini diberikan dalam 8 jam pertama, sisanya diberikan dalam 16 jam. Hari pertama
terutama diberikan elektrolit yaitu larutan Ringer laktat karena terjadi
hiponatremi. Untuk hari kedua diberikan setengah dari jumlah pemberian hari
pertama.
3. Berikan
analgetik. Analgetik yang efektif adalah morfin atau petidin, diberikan secara
intravena. Hati-hati dengan pemberian intramuscular karea dengan sirkulasi yang
terganggu akan terjadi penimbunan di otot.
4. Lakukan
pencucian luka setelah sirkulasi stabil. Pencucian luka dilakukan dengan debridement dan memandikan pasien dengan
menggunakan cairan steril dalam bak khusus yang mengandung larutan antiseptik.
Antiseptik lokal yang dapat dipakai yaitu Betadineâ atau nitras argenti 0,5%.
5. Berikan
antiseptik topikal pasca pencucian luka degan tujuan untuk mencegah dan
mengatasi infeksi yang terjadi pada luka. Bentuk krim lebih bermanfaat daripada
bentuk salep atau ointment. Yng dapat digunakan adalah silver nitrate 0,5%, mafenide
acetate 10%, silver sulfadiazine
1%, atau gentamisin sulfat.
6. Balut
luka dengan menggunakan kasa gulung kering dan steril.
7. Berikan
serum antitetanus/toksoid yaitu ATS 3000 unit pada orang dewasa dan separuhnya
pada anak-anak.
LUKA BAKAR KHUSUS (3,7)
A. Luka Bakar Karena Bahan Kimia/Kimiawi
Luka bakar dapat disebabkan oleh asam
alkali , dan hasil-hasil pengolahan minyak. Luka bakar alkali lebih berbahaya
dari asam, sebab alkali lebih dalam merusak jaringan. Segeralah bersihkan bahan
kimia tersebut dari luka bakar Kerusakan jaringan akibat luka bakar bahan kimia
dipengaruhi oleh lamanya kontak, konsentrasi bahan kimia dan jumlahnya. Segera
lakukan irigasi sebanyak-banyaknya, bila mungkin gunakan penyemprot air.
Lakukan tindakan ini dalam waktu 20 – 30 menit. Untuk luka bakar alkali, di
perlukan waktu yang lebih lama. Bila bahan kimia merupakan bubuk, sikatlah
terlebih dahulu sebelum irigasi.
Jangan memberikan
bahan-bahan penetral (neutralizing agent)
sebab reaksi kimiawi yang terjadi akibat pemberian bahan penetral dapat
memperberat kerusakan yang terjadi. Untuk luka bakar pada mata, memerlukan
irigasi terus-menerus selama 8 jam pertama setelah luka bakar. Untuk irigasi
ini dapat digunakan kanula kecil yang di pasang pada sulkus palpebra.
B. Luka Bakar Listrik
Luka bakar listrik
terjasi karena tubuh terkena aliran listrik. Luka bakar listrik sering menyebabkan
kerusakan jaringan yang lebih berat daripada luka bakar yang terlihat pada
permukaannya.
Penanganan harus
segera dilakukan meliputi perhatian pada jalan nafas, pernafasan, pemasangan
infus, ECG,dan pemasangan kateter. Apabila urine berwarna gelap, mungkin urine
mengandung hemokhromogens. Janganlah menunggu konfirmasi laboratorium untuk
melakukan terapi terhadap mioglobinuria. Pemberian cairan ditingkatkan
sedemikian rupa sehingga tercapai produksi urine sekurang-kurangnya 100 cc/jam
(dewasa). Bila urine belum tampak jernih, berikan segera 25 gr manitol dan
tambahkan 12,5 gr manitol pada tiap penambahan 1 liter cairan untuk
mempertahankan diuresis sejumlah tersebut di atas. Bila terjadi asidosis
metabolik, pertahankan perfusi sebaik mungkin dan berikan Natrium bikarbonat
untuk memberikan urine menjadi alkalis dan meningkatkan kelarutan mioglobin
dalam urine.
PERAWATAN (3)
1.
Nutrisi yang di berikan cukup
menutupi kebutuhan kalori dan keseimbangan nitrogen yang negatif pada fase
katabolisme, yaitu sebanyak 2500-3000 kalori sehari dengan kadar protein
tinggi.
2.
Perawatan lokal dapat secara
terbuka atau tertutup.
3. Antibiotik topikal diganti satu
kali dalam satu hari, didahului hidroterapi untuk mengangkat sisa-sisa krim
antibiotik sebelumnya. Bila kondisi luka sangat kotor atau di jumpai banyak
krusta dan atau eksudat, pemberian dapat diulang sampai dengan 2 – 3 kali
sehari.
4.
Rehabilitasi termasuk latihan
pernafasan dan pergerakan otot dan sendi.
5.
Usahakan tak ada gangguan dalam
penyembuhan; penyembuhan bisa dicapai secepatnya dengan :
-
Perawatan luka bakar yang baik.
-
Penilaian segera daerah-daerah
luka bakar derajat 3 atau 2 dalam. Kalau memungkinkan buang kulit yang non
vital dan menambalnya secepat mungkin.
6.
Usahakan mempertahankan fungsi
sendi-sendi. Latihan gerakan atau bidai dalam posisi baik
7. Aturlah proses maturasi
sehingga tercapai tanpa ada proses kontraksi yang akan mengganggu fungsi.
Bilamana luka bakar sembuh persekundam dalam 3 minggu atau lebih selalu ada
timbul kemungkinan timbul parut hipertrofi dan kemungkinan kontraktur pada
waktu proses maturasi. Sebaiknya di pasang perban ½ menekan, bidai yang sesuai
dan anjuran untuk mengurangi edema dengan elevasi daerah yang bersangkutan.
8. Antibiotik sistemik spectrum
luas diberikan untuk mencegah infeksi. Infeksi dapat memperburuk derajat luka
bakar dan mempersulit penyembuhan. Yang banyak dipakai adalah golongan
aminoglikosida yang efektif terhadap pseudomonas.
9. Suplementasi vitamin dapat
diberikan yaitu vitamin A 10.000 unit per minggu, vitamin C 500 mg dan sulfas
ferosus 500 mg.
TINDAKAN BEDAH (2,11)
Eskarotomi juga
dilakukan juga pada luka bakar derajat III yang melingkar padaekstremitas atau
tubuh. Hal ini dilakukan untuk sirkulasi bagian distal akibat pengerutan dan
penjepitan dari esker. Tanda dini penjepitan berupa nyeri, kemudian kehilangan
daya rasa menjadi kebal pada ujung-ujung distal. Tindakan yang dilakukan yaitu
membuat irisan irisan memanjang yang membuka esker sampai penjepitan bebas.
Debridemen di usahakan
sedini mungkin untuk membuang jaringan mati dengan jalan eksisi tangensial.
PROGNOSIS (3,5)
Prognosis dan
penanganan derajat luka bakar terutama tergantung pada dalam dan luasnya
permukaan luka bakar; dan penanganan sejak awal hingga penyembuhan. Selain itu
faktor letak daerah yang terbakar, usia, dan keadaan kesehatan penderita juga
turut menentukan kecepatan penyembuhan. Luka bakar pada daerah perineum,
ketiak, leher, dan tangan sulit dalam perawatannya, antara lain karena mudah
mengalami kontraktur.
DAFTAR PUSTAKA.
1. Moenajat Y,
Luka Bakar, pengetahuan klinik praktis ,
Edisi 2, FK- UI, Jakarta :
2003
2. Munster A, Luka Bakar, dalam
Cameron J : Terapi Bedah Mutakhir, Edisi 4, jilid dua, BinaRupa Aksara, Jakarta :1997
3. Mansjoer A, Trijanti K, Luka Bakar , dalam Kapita Selekta
Kedokteran, edisi 3, Jilid 2, Media Eusculapius, FK-UI : 2000
4.
Catatan Kuliah Ilmu Bedah : Combustio/Luka Bakar, Aksara Medisina, Jakarta : 1987
5.
Ikatan Ahli Bedah Indonesia
(IKABI), Advanced Trauma Live Support â (ATLS) untuk Dokter, Edisi 6, American College of Surgeons : 1997
6. Georgiade G, Pedersen C, Luka
Bakar, dalam Sabitson D : Buku Ajar Bedah (Essentials of Surgery), Bagian I,
Cetakan II, EGC, Jakarta
:1995
7. Wang M, Macomber W, Burns, dalam Ecked C : Emergency-Room
Care, Second Edition, Little, Brown and Company, Boston : 1971.
8. Gibran N, Heimbach D,
Management of the patient with thermal injuries, Available from www. Google.com
: 2004
9.
Klein M, Gibran N, Heimbach D,
Management of the Burn Wound, Available from www. Google.com : 2004
Tidak ada komentar:
Posting Komentar