I. PENDAHULUAN
Bronkiektasis
adalah suatu penyakit yang ditandai dengan adanya dilatasi bronkus yang
bersifat patologis dan berlangsung kronik. Dilatasi tersebut menyebabkan
berkurangnya aliran udara dari dan ke paru-paru. Dengan alasan ini,
bronkiektasis digolongkan dalam penyakit paru obstruktif kronik, yang
bermanifestasi sebagai peradangan saluran pernafasan dan mudah kolaps, lalu
menyebabkan obstruksi aliran udara dan menimbulkan sesak, gangguan pembersihan
mukus yang biasanya disertai dengan batuk dan kadang-kadang hemoptisis. 1,2,3
Bronkiektasis paling banyak bermanifestasi
sebagai:
- Proses fokal yang melibatkan satu
lobus segmen atau sub-segmen paru, atau
- Proses yang bersifat difus dan
melibatkan kedua paru
Bronkiektasis merupakan akibat dari proses
patologis yang berlangsung luas dan lama, termasuk kelainan srtuktur bronkus (Defisiensi
kartilago pada William Campbell Syndrome), penyakit akibat penimbunan mukus
(Fibrosis kistik, kelainan fungsi silia), akibat infeksi (Pneumonia yang berat
pada anak, defisiensi imunoglobulin) dan penyakit inflamasi (Kolitis
ulceratif). Pada kebanyakan kasus, infeksi merupakan penyebab tersering dari
inflamasi, kerusakan dan remodelling jalan nafas. 2
Dalam
keadaan normal, dinding bronkus terbuat dari beberapa lapisan yang ketebalan
dan komposisinya bervariasi pada setiap bagian dari saluran pernapasan. Lapisan
dalam (mukosa) dan daerah dibawahnya (submukosa) mengandung sel-sel yang
melindungi saluran pernafasan dan paru-paru dari zat-zat yang berbahaya. Sel-sel
ini terdiri dari:
-
Sel
penghasil lendir
-
Sel
bersilia, yang memiliki rambut getar untuk membantu menyapu partikel-partikel dan lendir ke bagian atas atau keluar dari saluran pernafasan.
-
Sel-sel
lainnya yang berperan dalam kekebalan dan sistem pertahanan tubuh melawan organisme dan zat-zat yang berbahaya lainnya.
Struktur
saluran pernafasan dibentuk oleh serat elastis, otot dan lapisan kartilago (tulang
rawan), yang memungkinkan bervariasinya diameter saluran pernafasan sesuai
kebutuhan. Pembuluh darah dan
jaringan limfoid berfungsi sebagai pemberi
zat makanan dan sistem pertahanan untuk dinding bronkus. 4
Diagnosis penyakit didasarkan pada riwayat klinis
dari gejala respirasi yang bersifat kronik, seperti batuk setap hari, produksi
sputum yang kental dan penemuan radiografi seperti penebalan dinding bronkus
dan dilatasi lumen yang terlihat pada CT Scan. 1
II. INSIDENS
Angka kejadian yang sebenarnya
dari bronkiektasis tidak diketahui pasti. Di
negara-negara Barat, insidens bronkiektasis diperkirakan sebanyak 1,3% diantara
populasi. Insidens bronkiektasis cenderung menurun dengan adanya kemajuan
pengobatan antibiotika. Akan tetapi perlu di ingat bahwa insidens ini juga dipengaruhi oleh kebiasaan merokok,
polusi udara dan kelainan kongenital.5,6
Di Indonesia belum ada laporan tentang angka-angka yang
pasti mengenai penyakit ini. Kenyataannya penyakit ini cukup sering ditemukan
di klinik-klinik dan diderita oleh laki-laki maupun wanita. Penyakit ini dapat
diderita mulai sejak anak bahkan dapat berupa kelainan kongenital. 5,6,7
III. EPIDEMIOLOGI
Bronkiektasis merupakan penyebab
kematian yang amat penting pada negara-negara berkembang. Di negara-negara maju
seperti AS, bronkiektasis mengalami penurunan seiring dengan kemajuan pengobatan.
Prevalensi bronkiektasis lebih tinggi pada penduduk dengan golongan
sosioekonomi yang rendah. 1,5
Data terakhir yang diperoleh dari RSUD Dr. Soetomo tahun 1990 menempatkan
bronkiektasis pada urutan ke-7 terbanyak. Dengan kata lain didapatkan 221 penderita dari 11.018 (1.01%) pasien
rawat inap. 7
IV. ETIOLOGI
Etiologi bronkiektasis sampai
sekarang masih belum jelas. Namun diduga bronkiektasis dapat timbul secara
kongenital maupun didapat. 6
a. Kelainan kongenital
Dalam
hal ini, bronkiektasis terjadi sejak individu masih dalam kandungan. Faktor
genetik atau faktor pertumbuhan dan perkembangan memegang peranan penting.
Bronkiektasis yang timbul kongenital biasanya mengenai hampir seluruh cabang
bronkus pada satu atau kedua bronkus. Selain itu, bronkiektasis kongenital
biasanya menyertai penyakit-penyakit kongenital seperti Fibrosis kistik, Sindroma
Kertagener, William Campbell syndrome, Mounier-Kuhn syndrome, dll.1,2,3,5,6,7
b. Kelainan didapat
Bronkiektasis sering merupakan
kelainan didapat dan kebanyakan merupakan proses berikut:
§ Infeksi
o Campak
o Pertusis
o Infeksi adenovirus
o Infeksi bakteri contohnya Klebsiella, Staphylococcus atau
Pseudomonas.
o Influenza
o Tuberkulosa
o Infeksi
mikoplasma1,2,3,4,5,6,8,9
§ Penyumbatan bronkus
o Benda asing yang terisap
o Pembesaran kelenjar getah bening
o Tumor paru
o Sumbatan oleh lendir1,2,3,4,5,6,8,9
§ Cedera penghirupan
o
Cedera karena asap, gas atau partikel beracun
o
Menghirup getah lambung dan partikel makanan 1,2,3,4
§ Kelainan imunologik
o Sindroma kekurangan imunoglobulin
o Disfungsi sel darah putih
o Defisiensi komplemen
o Infeksi HIV
o
Kelainan autoimun atau hiperimun tertentu seperti artritis rematoid,
kolitis ulcerativa1,2,3,4,5
§ Keadaan lain
o Penyalahgunaan obat (misalnya heroin) 4
VI. ANATOMI
Gambar dibawah ini menunjukkan
anatomi dari sistem respirasi.
|
Dari gambar dapat kita lihat bahwa cabang utama bronkus kanan dan kiri akan
bercabang menjadi bronkus lobaris dan bronkus segmentalis. Percabangan ini
berjalan terus-menerus menjadi bronkus yang ukurannya semakin kecil sampai
akhirnya menjadi bronkiolus terminalis, yaitu bronkiolus yang tidak mengandung
alveoli. Bronkiolus terminalis mempunyai diameter kurang lebih 1 mm. Bronkiolus
tidak diperkuat oleh kartilago tetapi dikelilingi oleh otot polos sehingga
ukurannya dapat berubah. Seluruh saluran udara sampai pada tingkat ini disebut
saluran penghantar udara karena fungsinya menghantarkan udara ke tempat
pertukaran gas terjadi. 9
Setelah bronkiolus terdapat asinus
yang merupakan unit fungsional dari paru-paru. Asinus terdiri
atas bronkiolus respiratorius, duktus alveolaris dan sakkus
alveolaris terminalis. Asinus atau kadang disebut lobulus primer memiliki
diameter 0,5 sampai 1 cm. Terdapat sekitar 23 percabangan mulai dari trakea
sampai sakkus alveolaris terminalis. Alveolus dipisahkan dari alveolus di
dekatnya oleh septum. Lubang pada dinding ini dinamakan pori-pori Kohn yang
memungkinkan komunikasi antara sakkus. Alveolus hanya selapis sel saja, namun
jika seluruh alveolus yang berjumlah sekitar 300 juta itu dibentangkan akan
seluas satu lapangan tennis.9
Alveolus pada hakikatnya merupakan
gelembung yang dikelilingi oleh kapiler-kapiler darah. Batas antara cairan
dengan gas akan membentuk suatu tegangan permukaan yang cenderung mencegah
ekspansi pada saat inspirasi dan cenderung kolaps saat ekspirasi. Di sinilah
letak peranan surfaktan sebagai lipoprotein yang mengurangi tegangan permukaan
dan mengurangi resistensi saat inspirasi sekaligus mencegah kolaps saat
ekspirasi.9
Pembentukan surfaktan oleh sel
pembatas alveolus dipengaruhi oleh kematangan sel-sel alveolus, enzim
biosintetik utamanya alfa anti tripsin, kecepatan regenerasi, ventilasi yang
adekuat serta perfusi ke dinding alveolus. Defisiensi surfaktan, enzim
biosintesis serta mekanisme inflamasi yang berjung pada pelepasan produk yang
mempengaruhi elastisitas paru menjadi dasar patogenesis emphysema, dan penyakit
lainnya.9
Bronkus
merupakan percabangan dari trachea. Terdiri dari bronkus dextra dan bronchus sinistra.
-
Bronkus
Dextra, mempunyai bentuk
yang lebih besar, lebih pendek dan letaknya lebih vertikal daripada bronkus
sinistra. Hal ini disebabkan oleh desakan dari arcus aortae pada ujung caudal
trachea ke arah kanan, sehingga benda-benda asing mudah masuk ke dalam bronkus
dextra.
Panjangnya
kira-kira 2,5 cm dan masuk kedalam hilus pulmonis setinggi vertebra thoracalis
VI. Vena Azygos melengkung di sebelah cranialnya.
Ateria pulmonalis
pada mulanya berada di sebelah inferior, kemudian berada di sebelah ventralnya.
Membentuk tiga
cabang (bronkus sekunder), masing-masing menuju ke lobus superior, lobus
medius, dan lobus inferior.
Bronkus sekunder yang
menuju ke ke lobus superior letaknya di sebelah cranial a.pulmonalis dan
disebut bronkus eparterialis. Cabang bronkus yang menuju ke lobus medius
dan lobus inferior berada di sebelah caudal a.pulmonalis disebut bronkus hyparterialis. Selanjutnya
bronkus sekunder tersebut mempercabangkan bronkus tertier yang
menuju ke segmen pulmo.10
-
Bronkus
Sinistra, mempunyai
diameter yang lebih kecil, tetapi bentuknya lebih panjang daripada bronkus
dextra. Berada di sebelah caudal arcus aortae, menyilang di sebelah ventral
oesophagus, ductus thoracicus, dan aorta thoracalis.
Pada mulanya berada
di sebelah superior arteri pulmonalis, lalu di sebelah dorsalnya dan akhirnya
berada di sebelah inferiornya sebelum bronkus bercabang menuju ke lobus
superior dan lobus inferior, disebut letak bronkus hyparterialis.
Pada tepi lateral batas
trachea dan bronkus terdapat lymphonodus tracheobronchialis superior dan pada
bifurcatio trachea (di sebelah caudal) terdapat lymphonodus tracheobronchialis
inferior.10
Bronkus memperoleh vascularisasi dari a.thyroidea
inferior. Innervasinya berasal dari N.vagus, n. Recurrens, dan truncus
sympathicus.10
VI. PATOFISIOLOGI
Berdasarkan defenisinya, bronkiektasis menggambarkan suatu keadaan dimana terjadi dilatasi bronkus yang ireversibel (> 2 mm dalam
diameter) yang merupakan akibat dari destruksi komponen muskular dan elastis
pada dinding bronkus. Rusaknya kedua komponen tersebut adalah akibat dari suatu
proses infeksi, dan juga oleh pengaruh cytokine inflamasi, nitrit okside dan
netrophilic protease yang dilepaskan oleh system imun tubuh sebagai respon terhadap antigen. 5
Bronkiektasis dapat terjadi pada kerusakan secara
langsung dari dinding bronkus atau secara tidak langsung dari intervensi pada
pertahanan normal jalan nafas. Pertahanan jalan nafas terdiri dari silia yang berukuran kecil pada jalan
nafas. Silia tersebut bergerak berulang-ulang, memindahkan cairan berupa mukus
yang normal melapisi jalan nafas. Partikel yang berbahaya dan bakteri yang
terperangkap pada lapisan mukus tersebut akan dipindahkan naik ke tenggorokan
dan kemudian batukkan keluar atau tertelan. 3
Terlepas
dari apakah kerusakan tersebut diakibatkan secara langsung atau tidak langsung, daerah dinding bronkus mengalami
kerusakan dan menjadi inflamasi yang kronik. Bronkus yang mengalami inflamasi
akan kehilangan keelastisannya, sehingga bronkus akan menjadi lebar dan lembek
serta membentuk kantung atau saccus yang menyerupai balon yang kecil. Inflamasi
juga meningkatkan sekresi mukus. Karena sel yang bersilia mengalami kerusakan,
sekret yang dihasilkan akan menumpuk dan memenuhi jalan nafas dan menjadi
tempat berkembangnya bakteri. Yang pada akhirnya bakteri-bakteri tersebut akan
merusak dinding bronkus, sehingga menjadi lingkaran setan antara infeksi dan
kerusakan jalan nafas. 3
|
VII. DIAGNOSIS
1. Gambaran Klinis
Manifestasi klasik dari bronkiektasis adalah batuk
dan produksi sputum harian yang mukopurulen sering berlangsung bulanan sampai
tahunan. Sputum yang bercampur darah atau hemoptisis dapat menjadi akibat dari
kerusakan jalan nafas dengan infeksi akut. 1
Variasi yang jarang dari bronkiektasis kering
yakni hemoptisis episodik dengan sedikit atau tanpa produksi sputum. Bronkiektasis kering biasanya merupakan
sekuele (gejala sisa) dari tuberculosis dan biasanya ditemukan pada lobus atas.
1
Gejala spesifik yang jarang ditemukan antara lain
dyspnea, nyeri dada pleuritik, wheezing, demam, mudah lelah dan berat
badan menurun. Pasien relatif mengalami episode berulang dari bronkitis atau
infeksi paru, yang merupakan eksaserbasi dari bronkiektasis dan sering
membutuhkan antibiotik. Infeksi bakteri yang akut ini sering diperberat dengan
onsetnya oleh peningkatan produksi sputum yang berlebihan, peningkatan
kekentalan sputum, dan kadang-kadang disertai dengan sputum yang berbau. 1
Batuk kronik yang produktif merupakan gejala yang
menonjol. Terjadi hampir 90% pasien. Beberapa pasien hanya menghasilkan sputum
dengan infeksi saluran pernafasan atas yang akut. Tetapi sebaliknya,
pasien-pasien itu mengalami infeksi yang diam. Sputum yang dihasilkan dapat
berbagai macam, tergantung berat ringannya penyakit
dan ada tidaknya infeksi sekunder. Sputum dapat berupa mukoid, mukopurulen,
kental dan purulen. Jika terjadi infeksi berulang, sputum menjadi purulen
dengan bau yang tidak sedap. Dahulu, jumlah total sputum harian digunakan untuk
membagi karakteristik berat ringannya bronkiektasis. Sputum yang kurang dari 10
ml digolongkan sebagai bronkiektasis ringan, sputum dengan jumlah 10-150 ml
perhari digolongkan sebagai bronkiektasis moderat dan sputum lebih dari 150 ml
digolongkan sebagai bronkiektasis berat. Namun sekarang, berat ringannya
bronkiektasis dikalsifikasikan berdasarkan temuan radiologis. Pada pasien
fibrosis kistik, volume sputum pada umumnya lebih banyak dibanding penyakit
penyebab bronkiektasis lainnya. 1,2,5,8
Hemoptisis terjadi pada 56-92% pasien dengan
bronkiektasis. Homoptisis mungkin terjadi masif dan berbahaya bila terjadi
perdarahan pada arteri bronkial. hemoptisis biasanya terjadi pada bronkiektasis
kering, walaupun angka kejadian dari bronkiektasis tipe ini jarang ditemukan. 1,2
Dyspnea terjadi pada kurang lebih 72% pasien
bronkiektasis tapi bukan merupakan temuan yang universal. Biasanya terjadi pada
pasien dengan bronkiektasis luas yang terlihat pada gambaran radiologisnya. 1,2
Wheezing sering dilaporkan dan mungkin akibat obstruksi
jalan nafas yang diikuti oleh destruksi dari cabang bronkus. Seperti dyspnea,
ini juga mungkin merupakan kondisi yang mengiringi, seperti asma. 1,2
Nyeri dada pleuritik kadang-kadang ditemukan,
terjadi pada 46% pasien pada sekali observasi. Paling sering merupakan akibat
sekunder pada batuk kronik, tetapi juga
terjadi pada eksaserbasi akut. 1,2
Penurunan berat badan sering terjadi pada pasien
dengan bronkiektasi yang berat. Hal ini terjadi sekunder akibat peningkatan
kebutuhan kalori berkaitan dengan peningkatan kerja pada batuk dan pembersihan
sekret pada jalan nafas. Namun, pada umumnya semua penyakit kronik disertai
dengan penurunan berat badan. 1
Demam biasanya
terjadi akibat infeksi yang berulang.1
2. Gambaran Radiologis
- Foto
thorax
Dengan pemeriksaan foto thoraks, maka pada bronkiektasis dapat ditemukan gambaran seperti dibawah ini:
§ Ring shadow
Terdapat
bayangan seperti cincin dengan berbagai ukuran (dapat mencapai diameter 1 cm).
dengan jumlah satu atau lebih bayangan cincin sehingga membentuk gambaran ‘honeycomb
appearance’ atau ‘bounches of grapes’. Bayangan cincin tersebut
menunjukkan kelainan yang terjadi pada bronkus. 11,12,13,14
|
|||
|
|||
|
|||
§ Tramline shadow
Gambaran ini dapat terlihat pada
bagian perifer paru-paru. Bayangan ini terlihat terdiri atas dua garis paralel
yang putih dan tebal yang dipisahkan oleh daerah berwarna hitam. Gambaran
seperti ini sebenarnya normal ditemukan pada daerah parahilus. Tramline
shadow yang sebenarnya terlihat lebih tebal dan bukan pada daerah
parahilus. 11,12,13,14
|
|||
§ Tubular shadow
Ini merupakan bayangan yang putih dan
tebal. Lebarnya dapat mencapai 8 mm. gambaran ini sebenarnya menunjukkan
bronkus yang penuh dengan sekret. Gambaran ini jarang ditemukan, namun gambaran
ini khas untuk bronkiektasis. 11,13
§
Glove
finger shadow
Gambaran ini menunjukkan bayangan sekelompok
tubulus yang terlihat seperti jari-jari pada sarung tangan. 11,13
- Bronkografi
Bronkografi merupakan pemeriksaan foto
dengan pengisian media kontras ke dalam sistem saluran bronkus pada berbagai
posisi (AP, Lateral, Oblik). Pemeriksaan ini selain dapat menentukan adanya
bronkiektasis, juga dapat menentukan bentuk-bentuk bronkiektasis yang dibedakan
dalam bentuk silindris (tubulus, fusiformis), sakuler (kistik) dan varikosis. 12,13
Pemeriksaan bronkografi juga dilakukan
pada penderita bronkiektasis yang akan di lakukan pembedahan pengangkatan untuk
menentukan luasnya paru yang mengalami bronkiektasis yang akan diangkat. 12
Pemeriksaan bronkografi saat ini mulai
jarang dilakukan oleh karena prosedurnya yang kurang menyenangkan terutama bagi
pasien dengan gangguan ventilasi, alergi dan reaksi tubuh terhadap kontras
media. 5
-
CT-Scan thorax
CT-Scan dengan resolusi tinggi menjadi
pemeriksaan penunjang terbaik untuk mendiagnosis bronkiektasis, mengklarifikasi
temuan dari foto thorax dan melihat letak kelainan jalan nafas yang tidak dapat
terlihat pada foto polos thorax. CT-Scan resolusi tinggi mempunyai sensitivitas
sebesar 97% dan spesifisitas
sebesar 93%.2,8,14
CT-Scan resolusi tinggi akan
memperlihatkan dilatasi bronkus dan penebalan dinding bronkus. Modalitas
ini juga mampu mengetahui lobus mana yang terkena, terutama penting untuk
menentukan apakah diperlukan pembedahan.14
|
3.
Patologi
Anatomi
Terdapat
berbagai variasi bronkiektasis, baik mengenai jumlah atau luasnya bronkus yang
terkena maupun beratnya penyakit. 6
Perubahan morfologis
bronkus yang terkena
a. Dinding bronkus
Dinding bronkus yang terkena dapat mengalami
perubahan berupa proses inflamasi yang sifatnya destruktif dan ireversibel.
Pada pemeriksaan patologi anatomi sering ditemukan berbagai tingkatan keaktifan
proses inflamasi serta terdapat proses fibrosis. Jaringan bronkus yang
mengalami kerusakan selain otot-otot polos bronkus juga elemen-elemen elastis. 6
b. Mukosa bronkus
Mukosa bronkus permukaannya menjadi abnormal, silia pada sel epitel
menghilang, terjadi perubahan metaplasia skuamosa, dan terjadi sebukan hebat
sel-sel inflamasi. Apabila terjadi eksaserbasi infeksi akut, pada mukosa akan
terjadi pengelupasan, ulserasi, dan pernanahan. 6
c. Jaringan paru peribronkial
Pada parenkim paru peribronkial dapat ditemukan
kelainan antara lain berupa pneumonia, fibrosis paru atau pleuritis apabila
prosesnya dekat pleura. Pada keadaan yang berat, jaringan paru distal bronkiektasis
akan diganti jaringan fibrotik dengan kista-kista berisi nanah. 6
Variasi kelainan anatomi bronkiektasis
Pada
tahun 1950, Reid mengkasifikasikan bronkiektasis sebagai berikut :
a. Bentuk tabung
(tubular, cylindrical, fusiform bronchiectasis)
Variasi ini merupakan bronkiektasis yang paling ringan.
Bentuk ini sering ditemukan pada bronkiektasis yang menyertai bronkitis kronik.
1,5,6
b. Bentuk kantong
(saccular bronkiektasis)
Merupakan bentuk bronkiektasis yang klasik, ditandai
dengan adanya dilatasi dan penyempitan bronkus yang bersifat ireguler. Bentuk
ini kadang-kadang berbentuk kista. 1,5,6
c.
Varicose
bronkiektasis
Bentuknya merupakan bentuk antara diantara bentuk tabung
dan kantong. Istilah ini digunakan karena perubahan bentuk bronkus yang
menyerupai varises pembuluh vena. 1,5,6
VIII.
DIAGNOSIS BANDING 4,6
Fibrosis Kistik
Kelainan yang ditemukan dapat bervariasi dari pasien yang satu ke pasien
yang lain, namun banyak individu yang memiliki gambaran radiografi yang
memperlihatkan bronkiektasis kronis disertai fibrosis kistik yang meliputi:
hiperinflasi, penebalan dan dilatasi bronkus, peribronkial cuffing, mucoid
impaction, kistik radiolusen, peningkatan tanda interstisial dan penyebaran
nodul-nodul.
IX.
PENGOBATAN
Pengobatan
pasien bronkiektasis terdiri atas 2 kelompok, yaitu :
§
Pengobatan
konservatif 6
o
Pengelolaan umum,
meliputi
a. Menciptakan lingkungan yang baik dan tepat bagi pasien
b. Memperbaiki drainase sekret bronkus
c.
Mengontrol
infeksi saluran napas, misalnya dengan pemberian antibiotik.
o
Pengelolaan khusus
a. Kemoterapi pada bronkiektasis
b.
Drainase
sekret dengan bronkoskopi
o Pengobatan
simtomatik
a. Pengobatan
obstruksi bronkus, misalnya dengan obat bronkodilator.
b. Pengobatan
hipoksia, dengan pemberaian oksigen.
c. Pengobatan Hemoptisis misalnya dengan
obat-obat hemostatik.
d. Pengobatan
demam, dengan pemberian antibiotik dan antipiretik.
§
Pengobatan
Pembedahan
Tujuan pembedahan adalah untuk mengangkat (reseksi)
segmen atau lobus yang terkena. Indikasinya pada pasien bronkiektasis yang
terbatas dan resektabel, yang tidak berespon terhadap tindakan-tindakan
konservatif yang adekuat, selain itu juga pada pasien bronkiektasis terbatas,
tetapi sering mengalami infeksi berulang atau hemoptisis yang berasal dari
daerah tersebut. Pasien dengan hemoptisis masif seperti ini mutlak perlu
tindakan operasi.6
X.
PROGNOSIS
- Kelangsungan
Hidup
Prognosis pasien bronkiektasis
tergantung pada berat-ringannya serta luasnya penyakit waktu pasien berobat
pertama kali. Pemilihan pengobatan secara tepat (konservatif atau pembedahan)
dapat memperbaiki prognosis penyakit.
Pada kasus-kasus yang berat
dan tidak diobati, prognosisnya jelek, survivalnya tidak akan lebih dari 5-15
tahun. Kematian pasien
tersebut biasanya karena pneumonia, empiema, payah jantung kanan, hemoptisis
dan lain-lain. Pada kasus-kasus tanpa komplikasi bronkitis kronik berat dan
difus biasanya disabilitasnya ringan. 4,6
- Kelangsungan
Organ
Kelainan
pada bronkiektasis biasanya mengenai bronkus dengan ukuran sedang. Adanya
peradangan dapat menyebabkan destruksi lapisan muscular dan elastic dari
bronkus serta dapat pula menyebabkan kerusakan daerah peri bronchial. Kerusakan
ini biasanya akan menyebabkan timbulnya daerah fibrosis terutama pada daerah peribronkial. 6
DAFTAR PUSTAKA
2. O’Regan AW, Berman JS. Baum’s Textbook of
Pulmonary Disease 7th Edition. Editor
James D. Crapo, MD. Lippincott Williams & Walkins. Philadelphia. 2004. hal
255-274.
3. Benditt, JO. Lung and Airway Disorder:
Bronchiectasis. www.merck.com
last update Januari 2008.
6. Rahmatullah P. Bronkiektasis, Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi Ketiga. Editor Slamet Suyono.
Balai Penerbit FKUI. Jakarta. 2001. hal 861-871.
7. Alsagaff H, Mukty A. Bronkiektasis,
Dasar-dasar Ilmu Penyakit Paru, Airlangga University Press. Surabaya. 2006.
hal 256-261
8. Barker AF. The New English Journal of
Medicine : Bronkiektasis. 2002; 346:1383-1393.
9. Wilson LM. Patofisiologi (Proses-Proses Penyakit) Edisi enam. Editor
Hartanto Huriawati, dkk. EGC. Jakarta 2006. hal 737-740
10. Luhulima
JW. Trachea dan Bronchus. Diktat Anatomi Systema Respiratorius. Bagian
Anatomi FKUH. Makassar. 2004.
hal 13-14.
11. Meschan I. Obstrictive Pulmonary Disease. Synopsis
of Analysis of Roentgen Signs in General Radiology. Philadelphia.
1975. hal 55-56
12. Kusumawidjaja K. Radiologi Diagnostik Edisi
Kedua. Editor Iwan
Ekayuda. Balai Penerbit FKUI. Jakarta. 2006. hal
108-115.
13. Sutton D. Textbook of Radiology and Imaging
volume 1. Churchill livingstone. Tottenham. 2003. hal 45, 163, 164 &
168.
14. Patel PR. Lecture Notes Radiologi Edisi
Kedua. Erlangga. Jakarta. 2005. hal 40-41
15. Eng P, Cheah FK. Interpreting Chest
X-rays. Cambridge Univesrsity Press. New York. 2005. hal 67-68.
16. Greif
J. Medical
Imaging in Patients with Cystic Fibrosis. www.eradimaging.com. Last update Februari 2008.
17. Ketai
LH. Infectious Lung Disease. Fundamental of Chest Radiology, 2nd
Edition, Loren H. Ketai Richard Lofgren, Andrew J. Meholic, Elseiver Inc. hal
Tidak ada komentar:
Posting Komentar