I.
PENDAHULUAN
Kehamilan memberikan perubahan terhadap anatomi dan fisiologi
wanita. Perubahan anatomi berupa pembesaran pembuluh darah uterus mengikuti
uterus yang membesar, terjadi perubahan posisi organ lainnya seiring pembesaran
uterus dari rongga pelvik ke kavum abdominal. Efek massa uterus menyebabkan
oklusi parsial vena cava inferior sehingga menurunkan aliran darah balik ke
jantung. Penurunan venous return
menyebabkan penurunan cardiac output
dan tekanan darah (sistolik dan diastolik). Terdapat pula
peningkatan ringan heart rate. Efek massa ini sangat dominan saat wanita hamil berbaring terlentang.1
peningkatan ringan heart rate. Efek massa ini sangat dominan saat wanita hamil berbaring terlentang.1
Tabel 1. Perubahan
Anatomi dan Fisiologi pada Kehamilan dan hubungannya dengan Penerbangan1
Manuver berbaring dengan posisi left lateral decubitus (15o) akan menurunkan tekanan
oklusi uterus sehingga meningkatkan aliran darah balik. Stasis vena pada
ekstremitas bawah menyebabkan edema dan merupakan faktor predisposisi
trombosis. Uterus yang membesar juga rentan terhadap trauma sehingga dapat
terjadi perdarahan. Tidal volume
menurun dan laju respirasi meningkat. Secara fisiologis, terdapat peningkatan
volume dan anemia akibat dilusi hipervolemia sehingga tanda-tanda syok pada
wanita hamil akan timbul jika telah kehilangan darah 2 sampai 2,5 liter.1,4
Ada sejumlah risiko bagi yang bepergian menggunakan pesawat. Meskipun risiko umumnya rendah untuk wisatawan sehat, ada
sub-kelompok dalam penduduk yang berada
pada risiko tinggi sehingga dapat terjadi komplikasi sebagai akibat dari lingkungan penerbangan.1,4
Di antara kelompok-kelompok ini adalah wisatawan hamil dan neonatus. Perjalanan udara selama
kehamilan umumnya dianggap aman dengan
risiko kecil pada wanita hamil yang sehat
atau untuk bayinya. Sejalan dengan pedoman maskapai penerbangan sekarang, kebanyakan menerima penumpang wanita hamil sampai usia kehamilan 36 minggu.
Ada beberapa penelitian yang menunjukkan bahwa selama kehamilan
penerbangan adalah aman. Meskipun secara umum diterima bahwa janin lebih aman
di dalam rahim melakukan penerbangan daripada sebagai neonatus di dalam inkubator, terdapat
setidaknya satu studi
yang menunjukkan tidak
ada perbedaan yang signifikan dalam morbiditas neonatal dan laju kematian.1
II.
LINGKUNGAN KABIN PESAWAT TERBANG
Kabin pesawat memiliki kondisi yang sama dengan kamar di rumah,
seperti sirkulasi udara. Walaupun demikian, lingkungan kabin memiliki beberapa
perbedaan yaitu densitas yang tinggi, tekanan kabin. Saat terbang dapat
terjadi, penurunan kelembapan, penurunan tekanan udara, perubahan tekanan
kabin, bising dan risiko potensial terpapar kontaminan udara, misal : ozon (O3),
CO, bahan kimia dan agen biologis.2
A. Tekanan Atmosfer Kabin yang Rendah / Hipoksia
Pesawat
komersial biasanya terbang pada ketinggian 30.000 – 33.000 kaki. Tekanan
atmosfer luar pada ketinggian tersebut biasanya sangat rendah, dengan tekanan
parsial O2 hanya 40 mmHg. Tekanan O2 yang rendah hanya
dapat menunjang hidup selama beberapa menit, tanpa tambahan oksigenasi.
Sehingga kabin pesawat biasanya diatur tekanannya sehingga sama dengan tekanan
atmosfer luar sekitar 6.000–8.000 kaki. Pada ketinggian ini, tekanan parsial O2
turun dari level permukaan laut yaitu 148 menjadi 108 mmHg, sesuai dengan
penurunan tekanan 27%. Tiap penumpang mengalami hipoksia sedang yang
asimptomatik. Tapi pada ketinggian ini tidak ada efek serius terhadap
oksigenasi fetus karena kurva disosiasi hemoglobin fetus.
Namun
pada pasien dengan penyakit kardio-respirasi atau anemia berat, mungkin tubuh
tidak dapat mentoleransi sehingga bermanifestasi pada gejala hipoksia (sakit
kepala, kelelahan, sesak napas, perasaan euforia dan mual). Pada hipoksia berat
dapat terjadi perubahan tingkat kesadaran, kejang, koma, sianosis dan kematian.2
B. Perubahan pada Tekanan Kabin
Tekanan
atmosfer kabin pesawat berubah ketika pesawat turun dan naik. Laju peningkatan
tekanan kabin pada kebanyakan maskapai penerbangan adalah 1 kPa (0,15 lb/in2)/menit
yaitu sekitar 300 kaki/menit. Ekspansi gas pada traktus gastrointestinal yang
mengembang karena penurunan tekanan sekitar, jarang meningkat melebihi perasaan
mules sementara atau flatus. Walaupun demikian, pada pasien dengan infeksi
saluran napas atas atau obstruksi ringan pada sinus atau tuba eustachii, udara
dapat terperangkap di sinus atau cavum telinga tengah sehingga terjadi
barotrauma. Pada kehamilan, nasal kongesti maupun limfatik biasanya dihubungkan
dengan retensi cairan.2
C. Radiasi Kosmik
Radiasi
kosmik memberikan kontribusi sekitar 13% dari tingkat radiasi alamiah. Diyakini
bersumber dari Galaksi Milky Way tapi
masih belum jelas. Radiasi kosmik adalah akumulasi radiasi galaksi dan
matahari. Terdiri atas partikel-partikel neutral primer (proton, partikel alfa,
electron dan ion) dan partikel sekunder yang berasal dari interaksi radiasi kosmik
dengan udara atmosfer (ion, neutron, sinar gamma, elektron).3
Setiap
orang terpapar oleh radiasi dari material rumah tangga, tanah, batu, sinar X.
Atmosfer bumi dan medan magnet merupakan barier yang kuat terhadap radiasi
kosmik sehingga hanya dalam jumlah kecil radiasi yang dapat mencapai permukaan
bumi. Secara alamiah, atmosfer akan bertambah tipis setiap peningkatan
ketinggian sehingga terjadi juga peningkatan paparan radiasi.3
Jadi
perlindungan terhadap radiasi akan meningkat jika berada pada ketinggian yang
lebih rendah sehingga tingkat paparan radiasi semakin rendah. Lokasi rute
penerbangan juga memberikan perbedaan pada tingkat radiasi kosmik karena faktor
pelindung dari medan magnet bumi. Faktor pelindung ini maksimum pada ekuator
dan berkurang secara bertahap sampai nol pada kutub selatan dan utara. Penumpang
pesawat biasanya tidak secara regular bepergian dengan pesawat mengingat efek
berbahaya dari radiasi kosmik. Penumpang yang sering bepergian dan para staf
pesawat menghabiskan lebih banyak waktu di ketinggian sehingga terpapar oleh
radiasi lebih lama.3
Efek
biologis radiasi pada tubuh manusia tidak hanya tergantung pada energi tapi
juga terhadap komposisinya (alfa, gamma, proton, neutron). Efek radiasi pengion
pada manusia merupakan hasil dari rangkaian proses fisik dan kimia yang terjadi
segera setelah pajanan (10-15 detik beberapa detik), kemudian diikuti dengan
proses biologik dalam tubuh. Proses biologik meliputi rangkaian perubahan pada
tingkat molekuler, seluler, jaringan dan tubuh. Konsekuensi yang timbul dapat
berupa kematian sel atau perubahan pada sel, bergantung pada dosis radiasi yang
diterima tubuh. Pada pajanan akut dosis relatif tinggi, efek yang timbul
merupakan hasil dari kematian sel yang dapat menyebabkan gangguan fungsi jaringan
dan organ tubuh, bahkan kematian. Efek seperti ini disebut efek deterministik
yang umumnya segera dapat teramati secara klinis setelah tubuh terpajan radiasi
dengan dosis di atas dosis ambang. Selain itu, radiasi dapat tidak mematikan
sel tetapi menyebabkan perubahan atau transformasi sel sehingga terbentuk sel
baru yang abnormal. Perubahan ini terutama karena rusaknya materi inti sel,
khususnya DNA dan kromosom. Perubahan ini berpotensi menyebabkan terbentuknya
kanker pada sebagian individu terpajan atau penyakit herediter pada turunan
mereka. Probabilitas timbulnya kanker dan penyakit herediter meningkat dengan
bertambahnya dosis, tetapi tidak halnya dengan keparahannya. Efek ini disebut
efek stokastik yang terjadi akibat pajanan radiasi tanpa ada dosis ambang.
Dengan demikian, radiasi pada dosis serendah berapapun, dapat menimbulkan efek
kesehatan karena sebuah kejadian ionisasi dapat menimbulkan kerusakan DNA.
Dosis kecil, 10-100 mSv, Meningkatkan sekitar 1% laju kerusakan DNA yang
terjadi secara alamiah. Tidak diragukan lagi bahwa tidak ada dosis atau laju
dosis radiasi yang aman dalam hal menimbulkan efek pada manusia. Adanya efek
kesehatan radiasi pengion dosis rendah telah mengubah pernyataan "small
dose may cause harm menjadi "small dose definitely will cause harm".3,4
D. Bising
Terdapat
kelebihan frekuensi bising rendah dan tinggi pada kebanyakan kabin pesawat.
Baling-baling turbo pesawat yang lebih kecil biasanya sangat bising. Uterus dan
cairan amnion dapat melemahkan suara dengan frekuensi rendah dan kurang
melemahkan suara frekuensi tinggi yaitu di atas 10 desibel (dB). Janin lebih
rentan mengalami gangguan pendengaran dibandingkan orang dewasa jika diberikan
tekanan suara. Efek bising dengan desibel tinggi tidak diketahui namun pada
studi di Kanada didapatkan hubungan antara peningkatan tiga kali lipat risiko
kehilangan pendengaran pada bayi akibat paparan bising 90 dB saat kehamilan.2
E. Kelembapan Rendah
Kelembapan
relative pada kabin pesawat rendah biasanya dibawah 20%. Kelembapan rendah dapat
menyebabkan ketidaknyamanan mata, mulut dan hidung tapi risiko rendah pada
kesehatan. Intake cairan yang cukup sebelum dan selama penerbangan dapat
mengurangi gejala. Lotion pelembap kulit dan saline nasal spray dapat digunakan pada kulit dan hidung secukupnya.2
F.
Kualitas
Udara Kabin
Udara
pada kabin diresirkulasi (50%) dicampur dengan udara dari atmosfer luar (50%).
Sistem re-sirkulasi pesawat melakukan pertukaran udara 5 – 10 kali lebih sering
daripada bangunan gedung. Filter High
Efficiency Particulate Air (HEPA) memastikan bahwa kontaminan seperti
mikroorganisme dan partikel asap dikeluarkan.
Konsentrasi
ozon (triatomic oxygen, O3)
meningkat sesuai ketinggian. Ozon diketahui dapat mengakibatkan kerusakan
kromosom dan berinteraksi dengan kerusakan yang disebabkan oleh agen lain
misal, radiasi. Pengubah ozon bukan merupakan peralatan standar pada pesawat
dengan jarak tempuh yang pendek. Pada pesawat jet yang modern, hampir semua
ozon pada udara bebas dikonversi menjadi oksigen didalam kompresor yang menghasilkan
tekanan udara untuk kabin. Pada saat penurunan, ketika tenaga mesin rendah ozon
yang terbentuk dicegah oleh konverter katalis.2
III.
EFEK POTENSIAL TERHADAP PENUMPANG WANITA HAMIL
Disamping perubahan anatomi dan fisiologi pada wanita hamil, telah
dilakukan beberapa penelitian yang menemukan beberapa efek berbahaya.
Penerbangan dalam kehamilan terlihat tidak memberikan efek yang signifikan
terhadap kehamilan. Penelitian ini menunjukkan hasil yang bervariasi. Suatu
studi yang melibatkan sebuah kelompok sampel yang terdiri dari 222 wanita hamil
menunjukkan tidak ada efek samping yang dikaitkan antara lamanya penerbangan
dengan umur kehamilan saat penerbangan. Secara garis besar, penelitian ini
menunjukkan tidak ada korelasi antara umur kehamilan saat persalinan, berat
bayi lahir, perdarahan pervaginam, persalinan preterm (< 37 minggu),
preeklmapsia dan kegawatdaruratan neonatal.1
Tabel 2. Efek
Penerbangan terhadap Kehamilan1
Penelitian yang lebih besar lainnya melibatkan 546 wanita sehat
yang melakukan penerbangan saat kehamilan. Sekitar 447 wanita dalam beberapa
kelompok kontrol yang berbeda. Kelompok wanita yang bepergian untuk pertama
kali saat hamil dengan usia kehamilan 11,2±2,2 minggu, dengan rata-rata lama
penerbangan 7,8±1,2 jam. Rata-rata melakukan penerbangan sebanyak tujuh kali.
Penelitian ini menunjukkan perbedaan outcome
antara wanita primigravida dan multigravida. Penerbangan pada primigravida
berhubungan dengan peningkatan risiko kelahiran prematur pada usia kehamilan
34-37 minggu. Usia kehamilan saat persalinan adalah 36,1±0,8 minggu, dengan
BBLR (2684±481 gram) dibandingkan dengan kontrol (39,2±2,1 minggu; 3481±703
gram). Pada primigravida, ditemukan hubungan antara usia kehamilan saat
persalinan dan usia kehamilan saat penerbangan pertama kali dan total lama
penerbangan. Tidak ada hubungan antara multigravida yang melakukan penerbangan.
Secara keseluruhan kelompok ini tidak memiliki insiden yang berbeda terhadap
komplikasi serius yaitu perdarahan pervaginam, preeklampsia, kelahiran sesar
atau asfiksia neonatorum/kematian neonates. Tidak ditemukan pula kasus DVT
(Deep Vein Thrombosis) pada penelitian ini. Walaupun demikian, sebaiknya tetap
waspada terhadap risiko DVT, wanita hamil yang sering/aktif melakukan
penerbangan sebaiknya mengikuti saran dokter, menghindari konsumsi alkohol dan
mendapat intake cairan yang baik.1
A. Sebelum Penerbangan
Terdapat 2 alat skrining di bandara. Salah satunya adalah mesin
X-ray yang melakukan pemeriksaan terhadap bagasi dan yang lainnya adalah alat
pendeteksi metal. Mesin X-ray dilapisi dengan baik sehingga tidak memaparkan
radiasi pada petugas maupun penumpang. Alat pendeteksi metal merupakan alat
elektromagnetik non ion. Terpapar oleh alat ini tidak memberikan efek samping
terhadap janin dan system reproduksi.2
B. Saat Penerbangan
·
Ketidaknyamanan.
Penumpang yang hamil trimester akhir biasanya tidak nyaman dengan tempat duduk,
khususnya penumpang di kelas ekonomi. Penerbangan dengan jarak yang jauh dan
tempat duduk yang kurang ergonomis dapat memicu nyeri punggung yang telah ada
saat kehamilan.2
·
Abortus
Spontan. Penting untuk diperhatikan bahwa terdapat risiko defek kongenital (3%)
misal: neural tube defect, kelainan
jantung, talipes, defek saluran cerna dan abortus (15%) pada trimester pertama.
Penelitian pada staf pesawat yang bekerja selama hamil ditemukan abortus
spontan pada awal kehamilan. Walaupun demikian, tidak dapat disamakan dengan
wanita hamil yang tidak sering melakukan penerbangan saat awal kehamilan.2
·
Motion Sickness.
Turbulensi udara saat terbang dapat menyebabkan Motion sickness pada penumpang dan memicu morning sickness pada penumpang yang hamil, khususnya pada
trimester awal. Bau dari makanan dapat memicu mual pada beberapa penumpang.2
·
Imobilitas
dan Masalah Sirkulasi. Imobilitas yang lama, pada penerbangan jarak jauh, saat
individu duduk, mengakibatkan terkumpulnya darah pada tungkai, menyebabkan
edema, kaku dan rasa tidak nyaman. Stasis sistem sirkulasi merupakan faktor
predisposisi terjadinya trombosis vena, dikenal sebagai sindrom kelas ekonomi.2
Kebanyakan
trombus vena tidak menimbulkan gejala dan direabsorpsi tanpa komplikasi. Jika
sebuah thrombus terlepas dari tempat perlengketannya dipembuluh darah dan
mengikuti aliran darah ke paru (Emboli Pulmonal), thrombosis vena profunda
dapat menyebabkan nyeri dada, sesak napas dan kematian. Ini dapat muncul pada
bebarapa jam atau hari setelah pembentukan trombus.
Secara
umum resiko thrombosis vena profunda sangat kecil. Walaupun demikian, resiko
terhadap penumpang hamil meningkat karena perubahan pada system koagulasi.2
·
Hipoksia.
Ketinggian kabin sekitar 8.000 kaki menyebabkan hipoksia ringan. Penumpang
hamil yang anemis biasanya mengalami efek hipoksia yang signifikan, janin juga
dapat terkena hipoksia karena kurva disosiasi hemoglobin fetus. Pada wanita
hamil dengan anemia berat dapat menyebabkan gangguan / distress pada janin.2
·
Barotrauma.
Perubahan tekanan kabin dapat menyebabkan ekspansi dan kontraksi dari gas yang
terperangkap dalam tubuh, missal di sinus dan rongga telinga tengah. Pada kehamilan,
kongesti nasal dan limfatik yang berhubungan dengan retensi cairan dapat
menyebabkan obstruksi tuba eustachii dan sinus sehingga terjadi trauma pada
membran timpani ataupun struktur – struktur lainnya di telinga.2
·
Radiasi
kosmik. Radiasi kosmik berbanding lurus dengan ketinggian. Radiasi pengion
dapat menyebabkan kerusakan sel, mutasi genetik dan kanker jika terkena dalam
waktu yang lama. Penerbangan seharusnya dihindari, jika mungkin pada tiga bulan
pertama kehamilan karena radiasi dalam jumlah kecil pun dapat menyebabkan defek
pada janin yang sedang berkembang.3
·
Bising.
Terdapat kelebihan frekuensi suara tinggi dan rendah pada kebanyakan kabin
pesawat. Baling-baling kecil pesawat biasanya yang paling buruk. Uterus dan
cairan amnion dapat melemahkan suara ferekuensi rendah dan sebagian frekuensi
tinggi namun tidak melebihi 10 dB. Janin lebih cenderung mengalami kerusakan
pendengaran dibanding manusia dewasa akibat paparan tekanan suara yang
diberikan.2
·
Persalinan
Prematur. Stress saat perjalanan, baik fisik maupun emosional dapat menyebabkan
kelahiran prematur. Kurangnya / tidak adanya dokter/spesialis (Isolasi dari
Pelayanan Obstetri yang Memadai) di pesawat dan kemungkinan terjadinya
komplikasi selama kehamilan dapat memberikan konsekuensi pada ibu dan janin.2
IV.
KESIMPULAN
Penerbangan dalam kehamilan secara umum aman, kebanyakan maskapai
penerbangan di dunia mengizinkan perjalanan pada penumpang dengan usia
kehamilan sampai 35 atau 36 minggu dengan kehamilan tunggal dan 32 minggu pada
gemelli. Kecuali jika ada komplikasi, penerbangan tidak direkomendasikan untuk
wanita dengan, hipertensi dalam kehamilan, diabetes mellitus yang tidak
terkontrol atau penyakit anemia berat (misal, anemia sel sabit ), risiko
persalinan prematur atau dengan kelainan plasenta dan penerbangan saat
kehamilan trimester awal memiliki risiko kecil dari efek radiasi kosmik pada
janin yang sedang berkembang.2
Terdapat dua rekomendasi dari American College of Obstetrics and
Gynaecology (ACOG) yaitu :
·
Wanita
hamil yang berisiko mengalami persalinan prematur atau dengan abnormalitas
plasenta sebaiknya tidak melakukan penerbangan.
·
Wanita
hamil dapat dengan aman melakukan penerbangan sampai usia kehamilan 36 minggu
(penerbangan domestik) dan 35 minggu (penerbangan internasional).1
Wanita hamil yang dapat
melakukan penerbangan yaitu:
·
Usia
kehamilan trimester kedua sampai 35 minggu. Karena pada trimester awal terdapat
risiko kelainan kongenital akibat radiasi dan pada usia kehamilan di atas 35
minggu dapat terjadi resiko persalinan prematur.
·
Wanita
hamil yang sehat tanpa adanya komplikasi atau kelainan psikis dan organik.
DAFTAR
PUSTAKA
1.
Stephenson,
Jeffrey C. Air travel and pregnancy –
with reference to obstetric and perinatal aeromedical retrieval. In :
Journal of Military and Veteran’s Health, Vol. 18 Number 2; April 2010.
2.
Chen,
Jeanette Suet Ching. Is It Safe to Fly
during Pregnancy?. In : Journal of Chinese Clinical Medicine Vol. 1 No. 6;
November 2006.
3.
Barish,
Robert J, PhD. In Flight Radiation
Exposure During Pregnancy. In : Obstet Gynecol 2004; 103:1326-30.
4.
Alatas,
Zubaidah. 2003. Efek Kesehatan Pajanan
Radiasi Dosis Rendah. Available at : http://
www.kalbe.co.id/ files/ cdk/ files/ 154_09_ Paparan radiasi dosisrendah. Pdf / 154 _09 _Paparanradiasidosisrendah .html.
5.
Borkenhagen,
Rainer H, MD. Pregnancy and Beyond. Part
I: Environmental Frontiers. In : CAN. FAM. PHYSICIAN Vol. 34: March 1988.
6.
Weiss,
Robin Elis. 2010. Travel in Pregnancy. Available
at : http://pregnancy.about.com/cs/travelduringpreg/.
7.
Anonim.
2010. When Can I Travel by Aeroplane
during My Pregnancy. Available at: http://www.medicalnewstoday.com/sections/pregnancy/.
Anonim. 2010. Flying While Pregnant. Available at: http://www.pregnancy-info.net/wellbeing_flying.html.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar