Rabu, 06 Juni 2012

Peritonitis


PENDAHULUAN
Peritonitis merupakan komplikasi berbahaya yang sering terjadi akibat penyebaran infeksi dari organ-organ abdomen (misalnya apendisitis, salpingitis, perforasi ulkus gastroduodenal), ruptura saluran cerna, komplikasi post operasi, iritasi kimiawi, atau dari luka tembus abdomen.
Pada keadaan normal, peritoneum resisten terhadap infeksi bakteri secara inokulasi kecil-kecilan. Kontaminasi yang terus menerus, bakteri yang virulen, penurunan resistensi, dan adanya benda asing atau enzim pencerna aktif, merupakan faktor-faktor yang memudahkan terjadinya peritonitis. Keputusan untuk melakukan tindakan bedah harus segera diambil karena setiap keterlambatan akan menimbulkan penyakit yang berakibat meningkatkan morbiditas dan mortalitas. Ketepatan diagnosis dan penanggulangannya tergantung dari kemampuan melakukan analisis pada data anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.

RETINOPATI DIABETIK



Pendahuluan
        Retinopati diabetik merupakan kelainan retina akibat dari komplikasi diabetes yang menyebabkan kebutaan. Retinopati ini dapat dibagi dalam dua kelompok berdasarkan klinis yaitu retinopati diabetik non proliferatif dan retinopati diabetik proliferatif, dimana retinopati diabetik non proliferatif merupakan gejala klinik yang paling dini didapatkan pada penyakit retinopati diabetik. Manifestasi penyakit ini dapat terjadi pada 80% dari semua penderita diabetes yang sudah menderita selama lebih dari 10 tahun atau 15 tahun. Retinopati diabetik pada diabetes tipe I paling sedikit terlihat 3-5 tahun sesudah onset, sedangkan diabetes tipe II retinopati sudah dapat terjadi sebelum diagnosis ditegakkan.
Di Inggris retinopati diabetes merupakan penyebab kebutaan nomor 4 dari seluruh penyebab kebutaan yang terdapat pada kelompok usia 30-65 tahun, sedangkan di Amerika Serikat terdapat kebutaan 5.000 orang per tahun akibat retinopati diabetes.
Kebutaan yang disebabkan oleh retinopati diabetik dapat dicegah setiap tahunnya jika dideteksi secara dini. Oleh karena itu, perlu waktu yang optimal untuk terapi sebelum pasien mengeluhkan gejala penglihatan. 
Anatomi

Sabtu, 02 Juni 2012

Contoh kasus mata


LAPORAN KASUS
ODS Katarak Kongenital

I.                   Identitas Pasien
Nama                           : By. A
Umur                           : 8 bulan
Jenis Kelamin              : Perempuan
Agama                         : Kristen
Suku/Bangsa               : Tana Toraja/Indonesia
No Register                 : 457756
RS                               : RSWS
Tgl Pemeriksaan          : 17 Pebruari 2011

II.               

Contoh Status Jiwa


LAPORAN KASUS
SKIZOFRENIA PARANOID (F 20.0)


IDENTITAS PASIEN
Nama                           : Tn. AF
Umur                           : 27 tahun
Jenis kelamin               : Laki-laki
Suku                            : Bugis
Agama                         : Islam
Status perkawinan       : Belum menikah
Warga negara              : Indonesia
Pendidikan                  : STM
Pekerjaan                     : Kuli bangunan
Alamat                                    : Desa Pana, Kec. Alla, Kab. Enrekang
Tanggal masuk RS      : 2 April 2010

BENIGN PROSTATIC HYPERPLASIA


I. PENDAHULUAN
Benign prostatic hyperplasia (BPH), atau yang biasa juga disebut benign prostatic hypertrophy,  adalah  suatu  neoplasma jinak (hiperplasia) yang mengenai kelenjar prostat. Prostat adalah suatu organ yang terdiri dari komponen kelenjar, stroma dan muskuler. (1)
Penyakit ini ditandai dengan pembesaran yang progresif dari kelenjar prostat yang berakibat pada obstruksi pengeluaran kandung kemih dan peningkatan kesulitan berkemih. (2)
Pertumbuhan prostat yang sangat tergantung pada hormon testosteron ini berlangsung di dalam jaringan yang berbeda-beda, dan menimbulkan dampak pada pria secara beragam. Sebagai akibat dari perbedaan ini, pengobatan yang diberikan pun berbeda untuk tiap kasus. Tidak ada penyembuhan untuk BPH dan sekali kelenjar prostat bertumbuh, maka sering berlanjut terus-menerus, kecuali terapi medikasi di berikan. (3,4)

Kamis, 31 Mei 2012

Peranan Tindakan Episiotomi dalam Mencegah Ruptur Perineum Totalis


I.  Pendahuluan
Episiotomi merupakan tindakan operasi dikaitkan dengan persalinan normal untuk memperpendek kala dua dan masih tetap merupakan tindakan kontroversi karena tidak semua persalinan memerlukan tindakan. 1
Sejarah episiotomi cukup panjang di mulai oleh Fielding Ould (1742), yang mengemukakan agar dilakukan episiotomi pada persalinan yang sukar sehingga kala duanya dapat diperpendek. Untuk pertama kali, tahun 1857 ”Episiotomi” oleh Carld Braun sebagai suatu tindakan insisi pada perineum. Anna Boumall(1878) membawa teknik operasi episiotomi ke Amerika Serikat dari Austria. Pomeroy (1918) menganjurkan episiotomi pada gravid untuk mengurangi lamanya persalinan. De Lee (1920) melakukan profilaksis episiotomi untuk memperpendek kala dua pada forceps ekstraksi. De Lee mengemukakan alasan melakukan episiotomi yaitu : 1
1.    Memperpendek persalinan kala dua
2.    Mempertahankan integritas dasar panggul
3.    Mengurangi trauma kepala janin
4.    Menghindari trauma septum rektovaginal

Senin, 28 Mei 2012

BRONKIEKTASIS


I.          PENDAHULUAN
Bronkiektasis adalah suatu penyakit yang ditandai dengan adanya dilatasi bronkus yang bersifat patologis dan berlangsung kronik. Dilatasi tersebut menyebabkan berkurangnya aliran udara dari dan ke paru-paru. Dengan alasan ini, bronkiektasis digolongkan dalam penyakit paru obstruktif kronik, yang bermanifestasi sebagai peradangan saluran pernafasan dan mudah kolaps, lalu menyebabkan obstruksi aliran udara dan menimbulkan sesak, gangguan pembersihan mukus yang biasanya disertai dengan batuk dan kadang-kadang hemoptisis. 1,2,3
Bronkiektasis paling banyak bermanifestasi sebagai:
  1. Proses fokal yang melibatkan satu lobus segmen atau sub-segmen paru, atau
  2. Proses yang bersifat difus dan melibatkan kedua paru